Infeksi Sindrom Syok Toksik Streptokokus (STSS): Jarang Terjadi Namun Mematikan!

Infeksi Sindrom Syok Toksik Streptokokus (STSS): Jarang Terjadi Namun Mematikan!

13/06/2025Bumame

STSS adalah infeksi langka tapi mematikan akibat bakteri streptokokus. Kenali gejala, penyebab, dan pentingnya penanganan cepat sejak awal.

Apakah Anda pernah mendengar tentang Streptococcal Toxic Shock Syndrome (STSS) atau Sindrom Syok Toksik Streptokokus? Meskipun jarang terjadi, infeksi ini dapat berkembang dengan cepat dan berakibat fatal jika tidak segera ditangani. STSS disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes, yang dikenal sebagai Group A Streptococcus (GAS). Bakteri ini menghasilkan toksin yang dapat memicu respons imun ekstrem dalam tubuh, menyebabkan syok, kegagalan organ, hingga kematian.

STSS pertama kali dikenali pada akhir abad ke-20 ketika para ilmuwan mulai memahami peran racun yang dihasilkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes kelompok A. Meskipun bakteri ini biasanya menyebabkan infeksi ringan seperti radang tenggorokan atau impetigo, dalam beberapa kasus, ia dapat memasuki aliran darah dan menyebabkan infeksi yang mengancam jiwa.

Kasus STSS lebih sering terjadi pada individu dengan luka terbuka, sistem kekebalan tubuh yang lemah, atau yang baru saja menjalani operasi. Faktor lingkungan dan genetik juga dapat memengaruhi risiko seseorang terkena infeksi ini.

Karena gejalanya dapat berkembang secara mendadak, penting untuk mengenali tanda-tandanya lebih awal dan mendapatkan perawatan medis yang tepat. Dalam artikel ini, kita akan membahas penyebab, gejala, diagnosis, serta langkah-langkah penanganan dan pencegahan STSS.

Gejala

STSS berkembang sangat cepat, sering kali dalam beberapa jam hingga hari setelah infeksi awal. Gejalanya meliputi:

Gejala Awal

Pada tahap awal, STSS dapat menunjukkan gejala mirip flu atau infeksi umum, yang meliputi:

  • Demam tinggi secara tiba-tiba (≥ 38,9°C)

  • Menggigil dan keringat dingin

  • Nyeri otot yang intens (myalgia)

  • Mual, muntah, dan diare

  • Tekanan darah rendah (hipotensi) yang dapat menyebabkan pusing atau pingsan

Perkembangan Gejala yang Lebih Parah

Jika infeksi terus berkembang tanpa pengobatan, gejala STSS dapat memburuk dalam hitungan jam hingga beberapa hari, termasuk:

  • Syok: Penurunan tekanan darah yang drastis, menyebabkan pusing, kulit pucat, dan kebingungan

  • Gangguan pernapasan: Kesulitan bernapas atau sesak napas akibat kegagalan organ paru

  • Kerusakan organ: Gangguan fungsi hati, ginjal, dan jantung akibat respons imun yang berlebihan

  • Ruam kulit: Dalam beberapa kasus, ruam merah mirip dengan demam scarlet dapat muncul sebelum kulit mengalami perubahan warna atau pembentukan lepuh

  • Nyeri hebat pada area terinfeksi: Jika STSS berasal dari luka yang terinfeksi, pasien dapat mengalami nyeri ekstrem di area tersebut, meskipun luka tampak kecil atau tidak terlalu parah

Tahap Kritis: Syok dan Kegagalan Organ

Tanpa intervensi medis yang cepat, STSS dapat menyebabkan syok septik dan kegagalan organ multipel dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah gejala pertama muncul. Pada tahap ini, pasien mungkin mengalami:

  • Kesulitan bernapas yang semakin parah

  • Penurunan kesadaran atau kebingungan ekstrem

  • Perubahan warna kulit menjadi kebiruan atau keunguan akibat kurangnya oksigen dalam darah (sianosis)

  • Produksi urine yang berkurang, menandakan kegagalan ginjal

Karena perkembangan STSS sangat cepat, siapa pun yang mengalami gejala di atas, terutama setelah mengalami luka terbuka, infeksi kulit, atau riwayat infeksi tenggorokan akibat Streptococcus pyogenes, harus segera mencari bantuan medis. Penanganan dini dengan antibiotik intravena dan perawatan intensif dapat meningkatkan peluang kesembuhan dan mencegah komplikasi fatal.

Bagaimana STSS Menginfeksi Tubuh?

STSS tidak mudah menular dari satu individu ke individu lain seperti flu biasa. Bakteri Streptococcus pyogenes kelompok A biasanya masuk ke dalam tubuh melalui:

Masuk Melalui Luka atau Cedera Kulit

Salah satu cara utama bakteri Streptococcus pyogenes masuk ke dalam tubuh adalah melalui luka terbuka, termasuk:

  • Luka operasi

  • Luka bakar

  • Luka akibat cedera atau trauma, termasuk gigitan serangga

  • Luka kecil seperti goresan atau lecet

  • Infeksi kulit, seperti selulitis atau impetigo

Bakteri yang masuk melalui luka ini dapat berkembang biak dengan cepat dan menghasilkan racun yang merusak jaringan, menyebabkan nekrosis (kematian jaringan), dan memicu reaksi inflamasi sistemik yang berujung pada syok toksik.

Infeksi Tenggorokan dan Saluran Pernapasan

Meskipun lebih jarang, STSS juga dapat berkembang dari infeksi streptokokus di tenggorokan, seperti radang tenggorokan (strep throat). Pada beberapa kasus, bakteri dapat menyebar dari tenggorokan ke aliran darah dan memicu infeksi yang lebih luas.

Selain itu, bakteri dapat masuk ke paru-paru dan menyebabkan pneumonia berat, yang kemudian berkembang menjadi STSS jika racun yang dihasilkan menyebar ke seluruh tubuh.

Infeksi di Area Reproduksi dan Saluran Kemih

Pada beberapa kasus, STSS dapat berkembang setelah:

  • Persalinan atau keguguran, jika terjadi infeksi pada rahim (endometritis streptokokus)

  • Infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh Streptococcus pyogenes

  • Penggunaan alat medis seperti kateter yang tidak steril

Infeksi di area ini bisa menyebar dengan cepat melalui aliran darah dan menyebabkan STSS.

Infeksi tanpa Luka yang Terlihat (Bakteremia Primer)

Dalam beberapa kasus, STSS dapat berkembang tanpa adanya luka terbuka atau infeksi awal yang terlihat. Ini terjadi ketika Streptococcus pyogenes langsung masuk ke dalam darah (bakteremia) melalui mukosa atau organ dalam yang terinfeksi. Kondisi ini bisa terjadi pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah atau mereka yang memiliki penyakit kronis seperti diabetes dan kanker.

Bagaimana Bakteri Streptococcus pyogenes Menyebabkan STSS?

Setelah masuk ke dalam tubuh, Streptococcus pyogenes melepaskan racun yang disebut superantigen, yang memicu reaksi imun berlebihan. Akibatnya:

  • Sistem imun menjadi hiperaktif, menyebabkan pelepasan besar-besaran sitokin inflamasi (cytokine storm).

  • Pembuluh darah melebar dan kebocoran kapiler terjadi, menyebabkan tekanan darah turun drastis (syok).

  • Organ vital seperti ginjal, hati, dan paru-paru mulai gagal berfungsi karena kurangnya suplai darah.

  • Nekrosis jaringan dapat terjadi, terutama pada infeksi kulit yang parah seperti necrotizing fasciitis (infeksi jaringan lunak yang menghancurkan otot dan kulit).

Siapa yang Berisiko Terkena STSS?

Meskipun siapa pun bisa terinfeksi, beberapa kelompok lebih berisiko terkena STSS, termasuk:

  • Pasien dengan luka terbuka atau riwayat operasi.

  • Orang dengan sistem imun lemah, seperti penderita diabetes atau kanker.

  • Wanita setelah melahirkan atau mengalami keguguran.

  • Pengguna obat suntik yang tidak steril.

  • Orang dengan infeksi streptokokus sebelumnya yang tidak ditangani dengan baik.

Pemeriksaan STSS

Diagnosis STSS sering kali didasarkan pada gejala klinis, tetapi beberapa pemeriksaan dapat membantu mengonfirmasi infeksi:

Tes Darah

  • Hitung Darah Lengkap (CBC) → Untuk mendeteksi peningkatan sel darah putih (tanda infeksi) atau penurunan trombosit (trombositopenia).

  • Laju Endap Darah (LED) & C-Reactive Protein (CRP) → Menilai tingkat peradangan dalam tubuh.

  • Kultur Darah → Untuk mengidentifikasi keberadaan Streptococcus pyogenes dalam aliran darah dan menentukan sensitivitas terhadap antibiotik.

  • Analisa Gas Darah (AGD) → Untuk mengevaluasi kadar oksigen dan keseimbangan asam-basa dalam darah.

Tes Biokimia Darah

  • Fungsi Hati (AST, ALT, Bilirubin) → Memantau apakah hati mulai mengalami kerusakan akibat infeksi.

  • Fungsi Ginjal (Ureum, Kreatinin) → Mengevaluasi apakah ginjal terpengaruh akibat syok atau kegagalan organ.

  • Laktat Serum → Mendeteksi hipoksia jaringan akibat syok.

Pemeriksaan Mikrobiologi

  • Kultur dari Sumber Infeksi (Luka, Saluran Pernapasan, Cairan Tubuh) → Untuk mengidentifikasi Streptococcus pyogenes sebagai penyebab infeksi.

  • Uji Polymerase Chain Reaction (PCR) → Mendeteksi DNA bakteri dengan akurasi tinggi.

Tes Penanda Sepsis

  • Prokalsitonin (PCT) & Interleukin-6 (IL-6) → Digunakan untuk menilai tingkat keparahan infeksi dan risiko sepsis.

Pemeriksaan Pencitraan (Jika Diperlukan)

  • Rontgen Dada → Untuk mendeteksi komplikasi seperti pneumonia.

  • Ultrasonografi (USG) atau CT Scan → Jika ada dugaan abses atau infeksi jaringan dalam.

Jika Anda atau orang terdekat mengalami gejala yang mengarah ke STSS, segera lakukan bawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Pemeriksaan laboratorium penunjang dapat di Laboratorium Bumame. Dengan fasilitas lengkap, teknologi canggih, dan hasil yang cepat, Bumame siap membantu deteksi dini STSS untuk perawatan yang lebih efektif.

Pengobatan STSS

STSS memerlukan penanganan darurat dengan kombinasi berbagai terapi, termasuk:

  • Antibiotik intravena: Penicillin dan clindamycin sering digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan mengurangi produksi toksin.

  • Perawatan suportif: Seperti pemberian cairan intravena untuk menjaga tekanan darah dan mendukung fungsi organ.

  • Pengobatan syok: Pasien yang mengalami syok membutuhkan obat-obatan vasopressor untuk meningkatkan tekanan darah.

  • Pembedahan: Dalam kasus yang parah, jaringan yang mati atau terinfeksi mungkin perlu diangkat melalui operasi.

  • Terapi imunoglobulin intravena (IVIG): Dapat diberikan untuk membantu mengurangi efek racun yang dihasilkan oleh bakteri.

Pencegahan STSS

Karena STSS adalah penyakit yang langka tetapi berpotensi fatal, langkah-langkah pencegahan sangat penting:

  • Menjaga kebersihan luka: Luka terbuka harus dibersihkan dan ditutup dengan perban steril untuk mencegah infeksi bakteri.

  • Cuci tangan secara teratur: Untuk mengurangi risiko penyebaran bakteri.

  • Meningkatkan daya tahan tubuh: Pola makan sehat dan olahraga dapat membantu memperkuat sistem kekebalan tubuh.

  • Waspada terhadap infeksi ringan: Infeksi kulit atau radang tenggorokan yang tidak diobati dapat berkembang menjadi infeksi yang lebih serius.

  • Hindari kontak dengan penderita infeksi streptokokus: Meskipun STSS sendiri tidak menular, infeksi Streptococcus pyogenes kelompok A yang mendasarinya dapat menyebar dari satu individu ke individu lainnya.

Sindrom Syok Toksik Streptokokus (STSS) adalah infeksi bakteri serius yang dapat berkembang dengan cepat dan berakibat fatal jika tidak segera ditangani. Gejala awalnya mungkin terlihat seperti infeksi biasa, tetapi dapat dengan cepat memburuk menjadi syok, kegagalan organ, dan bahkan kematian. Oleh karena itu, kewaspadaan terhadap gejala serta deteksi dini melalui pemeriksaan laboratorium sangatlah penting. Jika Anda atau orang terdekat mengalami tanda-tanda infeksi berat, segera periksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat.

Untuk memastikan diagnosis yang akurat dan mendapatkan penanganan yang cepat, pemeriksaan di Laboratorium Bumame dapat membantu memberikan hasil pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan melalui berbagai tes diagnostik yang tersedia dengan hasil yang cepat dan akurat. Jangan tunda pemeriksaan deteksi dini bisa menyelamatkan nyawa!

Sumber:

Stevens DL, Bryant AE. Severe Group A Streptococcal Infections. Clin Infect Dis. 2017;64(9):1191-1200.

Center for Disease Control and Prevention. Streptococcal Toxic Shock Syndrome (STSS). CDC [Internet]. 2024 [cited 2024 Mar 12]. Available from: https://www.cdc.gov/streptococcus/stss.html

Kadri SS, Keynan Y. Staphylococcal and Streptococcal Toxic Shock Syndromes. N Engl J Med. 2022;387(1):45-58.

World Health Organization. Emerging bacterial infections: Group A Streptococcus. WHO [Internet]. 2023 [cited 2024 Mar 12]. Available from: https://www.who.int/bacterial-infections/group-a-streptococcus

Johansson L, Norrby-Teglund A. Immunopathogenesis of streptococcal infections. Curr Opin Infect Dis. 2020;33(3):190-197.