Kekurangan vitamin D bisa sebabkan kelelahan hingga gangguan tulang. Kenali gejalanya dan cara mencukupi kebutuhan harian tubuh Anda.
Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka mengalami kekurangan vitamin D, yang dapat berdampak serius pada kesehatan hingga kualitas hidup. Walaupun Indonesia merupakan negara tropis dengan sinar matahari melimpah, prevalensi kekurangan vitamin D tetap tinggi. Kurangnya paparan sinar matahari langsung dan rendahnya asupan makanan kaya vitamin D menjadi beberapa faktor penyebab. Kekurangan vitamin D atau biasa disebut dengan defisiensi vitamin D seringkali dikaitkan dengan kelemahan otot, nyeri tulang, peningkatan risiko infeksi, osteoporosis, bahkan penyakit kronis seperti diabetes dan penyakit jantung. Salah satu cara terbaik untuk mengetahui kadar vitamin D dalam tubuh adalah dengan melakukan Tes Vitamin D.
Apa Itu Vitamin D?
Vitamin D adalah vitamin larut lemak yang berperan penting dalam penyerapan kalsium dan fosfor, serta berkontribusi dalam kesehatan tulang dan sistem imun. Berbeda dengan vitamin lainnya, vitamin D dapat diproduksi oleh tubuh saat kulit terpapar sinar matahari.
Jenis-Jenis Vitamin D
Vitamin D terdiri dari beberapa bentuk, namun dua yang paling penting bagi tubuh manusia adalah:
Vitamin D2 (Ergokalsiferol)
Berasal dari sumber nabati, seperti jamur yang terpapar sinar ultraviolet (UV).
Biasanya ditemukan dalam suplemen dan makanan fortifikasi.
Kurang efektif dibandingkan vitamin D3 dalam meningkatkan kadar vitamin D dalam darah.
Vitamin D3 (Kolekalsiferol)
Diproduksi oleh kulit saat terkena sinar matahari (UVB).
Ditemukan dalam makanan hewani, seperti ikan berlemak (salmon, tuna, sarden), minyak ikan, dan kuning telur.
Lebih efektif dalam meningkatkan kadar vitamin D dalam darah dibandingkan vitamin D2.
Selain itu, ada beberapa bentuk lain dari vitamin D yang berperan dalam proses metabolisme, antara lain:
25-hydroxyvitamin D [25(OH)D] – Bentuk sirkulasi utama vitamin D yang diukur dalam tes darah untuk menentukan status vitamin D seseorang.
1,25-dihydroxyvitamin D [1,25(OH)₂D] – Bentuk aktif dari vitamin D yang bertanggung jawab dalam berbagai fungsi biologis.
Metabolisme Vitamin D dalam Tubuh
Sebelum menjadi bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh, vitamin D mengalami beberapa tahap proses metabolisme. Berikut adalah tahapan metabolisme vitamin D:
Sintesis atau Asupan dari Makanan
Vitamin D3 diproduksi di kulit saat terkena sinar UVB atau diperoleh dari makanan dan suplemen.
Vitamin D2 hanya diperoleh dari sumber makanan nabati atau suplemen.
Transportasi ke Hati (Hepatic Hydroxylation)
Setelah masuk ke dalam tubuh, vitamin D dari kulit atau makanan dibawa oleh protein pengikat vitamin D (Vitamin D Binding Protein/DBP) ke hati.
Di hati, vitamin D diubah menjadi 25-hydroxyvitamin D [25(OH)D], bentuk inaktif yang merupakan indikator utama dalam pemeriksaan kadar vitamin D dalam darah.
Pada tahap ini vitamin D3 lebih efisien dikonversi menjadi 25(OH)D dibandingkan vitamin D2. Vitamin D2 memiliki waktu paruh lebih pendek, sehingga lebih cepat terurai dibandingkan D3.
Aktivasi di Ginjal (Renal Hydroxylation)
25(OH)D selanjutnya dibawa ke ginjal, di mana ia diubah menjadi 1,25-dihydroxyvitamin D [1,25(OH)₂D], bentuk aktif dari vitamin D.
Proses ini dikendalikan oleh hormon paratiroid (PTH) dan kadar kalsium dalam darah.
Fungsi Biologis di Sel dan Jaringan
1,25(OH)₂D berikatan dengan reseptor vitamin D (VDR) di berbagai sel tubuh, termasuk sel tulang, usus, ginjal, dan sistem imun.
Efek utamanya meliputi peningkatan penyerapan kalsium dan fosfor di usus, menjaga keseimbangan mineral dalam tulang, serta mendukung fungsi sistem kekebalan tubuh.
Faktor yang Mempengaruhi Metabolisme Vitamin D
Beberapa faktor dapat mempengaruhi metabolisme dan kadar vitamin D dalam tubuh, antara lain:
Paparan Sinar Matahari – Semakin sedikit paparan sinar UVB, semakin rendah produksi vitamin D di kulit.
Usia – Lansia memiliki kapasitas lebih rendah untuk memproduksi vitamin D di kulit.
Obesitas – Vitamin D yang larut lemak dapat terperangkap dalam jaringan lemak, mengurangi ketersediaannya dalam darah.
Gangguan Hati atau Ginjal – Dapat menghambat proses hidroksilasi vitamin D sehingga mengurangi pembentukan bentuk aktifnya.
Vitamin D3 dianggap lebih efektif dalam meningkatkan kadar vitamin D dalam darah dibandingkan vitamin D2.
Jenis Vitamin D Mana yang Lebih Baik?
Kedua jenis vitamin D baik vitamin D2 maupun vitamin D3 sama-sama bermanfaat bagi tubuh. Vitamin D3 lebih unggul dibandingkan Vitamin D2 karena lebih stabil, memiliki waktu paruh lebih panjang, dan lebih efektif meningkatkan kadar 25(OH)D dalam darah. Vitamin D2 masih bermanfaat, terutama bagi vegetarian dan vegan yang tidak mengonsumsi sumber hewani. Namun, karena lebih cepat terurai dalam tubuh, diperlukan dosis yang lebih tinggi untuk mendapatkan efek yang sama dengan D3. Untuk terapi defisiensi vitamin D, banyak dokter lebih merekomendasikan Vitamin D3 karena efektivitasnya yang lebih baik.
Fungsi Vitamin D dalam Tubuh
Vitamin D memiliki banyak manfaat bagi kesehatan, termasuk:
Menjaga Kesehatan Tulang dan Gigi
Membantu penyerapan kalsium dan fosfor untuk kepadatan tulang.
Mencegah osteoporosis dan risiko patah tulang pada lansia.
Mendukung Sistem Imun
Berperan dalam melawan infeksi dan peradangan.
Menurunkan risiko infeksi saluran pernapasan dan penyakit autoimun.
Mendukung Fungsi Otot
Mencegah kelemahan otot yang bisa meningkatkan risiko jatuh pada lansia.
Menjaga Kesehatan Jantung
Kekurangan vitamin D dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskular.
Mengatur Kesehatan Mental
Vitamin D berperan dalam keseimbangan neurotransmitter yang mempengaruhi suasana hati.
Dampak Kekurangan Vitamin D
Beberapa dampak kekurangan vitamin D yang sering muncul antara lain:
Masalah pada Tulang dan Otot
Nyeri Tulang dan Sendi
Vitamin D berperan dalam penyerapan kalsium, sehingga kekurangannya dapat menyebabkan osteomalasia (pelunakan tulang) pada orang dewasa dan riketsia pada anak-anak.
Gejala ini sering berupa nyeri di punggung bawah, pinggul, lutut, atau tulang rusuk.
Kelemahan Otot dan Risiko Jatuh
Kekurangan vitamin D dapat menyebabkan penurunan kekuatan otot, terutama pada lansia.
Studi menunjukkan bahwa defisiensi vitamin D meningkatkan risiko jatuh dan patah tulang akibat lemahnya koordinasi dan daya tahan otot.
Osteoporosis dan Risiko Patah Tulang
Defisiensi vitamin D dalam jangka panjang meningkatkan risiko osteoporosis, yaitu kondisi di mana tulang menjadi rapuh dan mudah retak.
Gangguan Sistem Imun
Mudah Sakit atau Infeksi Berulang
Vitamin D berperan dalam aktivasi sel imun, seperti sel T dan makrofag, yang melawan infeksi.
Kekurangan vitamin D dikaitkan dengan peningkatan risiko flu, pneumonia, infeksi saluran pernapasan atas, dan bahkan COVID-19.
Masalah Kesehatan Mental
Depresi dan Perubahan Mood
Studi menunjukkan bahwa rendahnya kadar vitamin D berhubungan dengan depresi dan kecemasan, terutama pada lansia dan wanita.
Vitamin D berperan dalam produksi serotonin, hormon yang mengatur suasana hati.
Gangguan Tidur
Vitamin D memengaruhi ritme sirkadian dan produksi melatonin, sehingga kekurangannya dapat menyebabkan insomnia atau gangguan tidur.
Masalah Kesehatan Lainnya
Kelelahan Kronis
Rendahnya kadar vitamin D dalam tubuh sering dikaitkan dengan kelelahan yang berlebihan, meskipun seseorang cukup tidur.
Rambut Rontok
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kekurangan vitamin D dapat memicu kerontokan rambut berlebihan, terutama pada wanita.
Peningkatan Risiko Penyakit Kronis
Kekurangan vitamin D dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit kronis seperti diabetes tipe 2, penyakit kardiovaskular, hipertensi, dan kanker tertentu.
Populasi yang Berisiko Mengalami Defisiensi Vitamin D
Populasi yang berisiko mengalami defisiensi vitamin D meliputi:
Orang yang Kurang Terpapar Sinar Matahari
Pekerja kantoran, pelajar, atau orang yang banyak beraktivitas di dalam ruangan.
Individu yang menggunakan tabir surya secara berlebihan atau mengenakan pakaian tertutup sepanjang waktu.
Penduduk yang tinggal di daerah dengan sinar matahari terbatas, seperti negara dengan musim dingin panjang atau wilayah perkotaan dengan polusi tinggi yang menghalangi sinar UVB.
Lansia
Kulit lansia kurang efektif dalam memproduksi vitamin D dari paparan sinar matahari.
Fungsi ginjal mereka menurun, sehingga konversi vitamin D ke bentuk aktif berkurang.
Orang dengan Kulit Lebih Gelap
Pigmen melanin dalam kulit mengurangi kemampuan tubuh dalam memproduksi vitamin D dari sinar matahari. Oleh karena itu, individu dengan kulit lebih gelap sering memerlukan lebih banyak paparan sinar matahari dibandingkan mereka yang berkulit terang.
Individu dengan Gangguan Pencernaan atau Malabsorpsi
Penyakit seperti Celiac disease, Crohn’s disease, sindrom iritasi usus (IBS), dan fibrosis kistik dapat mengganggu penyerapan vitamin D di usus.
Pasien yang menjalani operasi bypass lambung juga berisiko tinggi.
Orang dengan Obesitas atau Penyakit Kronis
Vitamin D larut dalam lemak, sehingga individu dengan obesitas cenderung menyimpan lebih banyak vitamin D dalam jaringan lemak, mengurangi kadar yang tersedia dalam darah.
Pasien dengan penyakit hati atau ginjal kronis memiliki gangguan dalam mengonversi vitamin D ke bentuk aktif.
Ibu Hamil dan Menyusui
Wanita hamil dan menyusui membutuhkan asupan vitamin D lebih tinggi, baik untuk kesehatannya sendiri maupun untuk perkembangan bayi.
Defisiensi vitamin D selama kehamilan dikaitkan dengan risiko preeklamsia, diabetes gestasional, dan berat badan lahir rendah pada bayi.
Tes Vitamin D: Bagaimana Cara Melakukannya?
Tes vitamin D dilakukan dengan pemeriksaan darah untuk mengukur kadar 25-hydroxyvitamin D [25(OH)D], bentuk utama vitamin D dalam tubuh.
Kisaran Normal Kadar Vitamin D:
Defisiensi: < 20 ng/mL
Insufisiensi: 20–29 ng/mL
Normal: 30–50 ng/mL
Berlebihan: > 100 ng/mL
Tes ini direkomendasikan bagi individu dengan gejala kekurangan vitamin D atau yang memiliki risiko tinggi.
Penanganan Kekurangan Vitamin D
Jika hasil tes menunjukkan kadar vitamin D yang rendah, langkah-langkah berikut dapat membantu meningkatkan kadar vitamin D:
Suplemen Vitamin D
Dosis suplemen vitamin D dapat bervariasi berdasarkan tingkat defisiensi dan rekomendasi dokter.
Biasanya, dosis harian yang direkomendasikan adalah 600–800 IU, tetapi pada kasus defisiensi dapat meningkat hingga 5000 IU per hari.
Paparan Sinar Matahari
Berjemur selama 10-30 menit setiap hari di bawah sinar matahari pagi tanpa tabir surya dapat membantu tubuh memproduksi vitamin D secara alami.
Mengonsumsi Makanan Kaya Vitamin D
Meningkatkan asupan makanan yang mengandung vitamin D, seperti ikan berlemak dan produk susu fortifikasi.
Pencegahan Kekurangan Vitamin D
Untuk mencegah kekurangan vitamin D, lakukan hal-hal berikut:
Berjemur secara rutin pada pagi hari.
Konsumsi makanan yang kaya vitamin D.
Rutin melakukan tes kadar vitamin D terutama bagi individu dengan risiko tinggi.
Konsultasi dengan dokter mengenai kebutuhan suplemen.
Makanan yang Mengandung Vitamin D
Beberapa sumber makanan yang kaya vitamin D meliputi:
Ikan berlemak (salmon, tuna, makarel)
Minyak ikan (minyak hati ikan kod)
Produk susu yang diperkaya vitamin D
Telur (terutama kuning telur)
Jamur (beberapa jenis yang terkena sinar UV)
Sereal dan jus jeruk yang difortifikasi
Tes vitamin D adalah cara terbaik untuk mengetahui apakah Anda mengalami kekurangan vitamin D, yang dapat berdampak pada kesehatan tulang, otot, imun, dan kesejahteraan secara keseluruhan. Jika Anda mengalami gejala kekurangan vitamin D atau termasuk dalam kelompok berisiko, segera lakukan pemeriksaan di laboratorium kesehatan terpercaya seperti Bumame untuk mengetahui kadar vitamin D Anda dan mendapatkan solusi terbaik untuk kesehatan Anda.
Sumber:
Holick MF. Vitamin D Deficiency. N Engl J Med. 2007;357(3):266-81.
Institute of Medicine. Dietary Reference Intakes for Calcium and Vitamin D. Washington, DC: The National Academies Press; 2011.
World Health Organization (WHO). Vitamin D supplementation in pregnant women. WHO Guidelines, 2020.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Vitamin D and Health. CDC Fact Sheet, 2022.
American Academy of Pediatrics (AAP). Prevention of rickets and vitamin D deficiency: new guidelines for vitamin D intake. Pediatrics. 2008;122(5):1142-52.