CA125 dan Tantangan Diagnostik dalam Kanker Ovarium: Apa yang Perlu Diketahui?

CA125 dan Tantangan Diagnostik dalam Kanker Ovarium: Apa yang Perlu Diketahui?

11/05/2025Bumame

CA125 membantu deteksi kanker ovarium, tapi hasilnya bisa menyesatkan. Ketahui perannya, keterbatasannya, dan pentingnya diagnosis lanjutan.

Kanker ovarium adalah salah satu ancaman serius bagi kesehatan wanita yang sering kali luput dari perhatian. Penyakit ini dikenal sebagai "silent killer" karena gejalanya yang samar pada tahap awal dan sering kali tidak terdeteksi sampai kanker sudah menyebar. Di Indonesia, angka kasus kanker ovarium terus meningkat, menjadikannya salah satu kanker paling mematikan bagi wanita. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami penyakit ini secara mendalam, mulai dari faktor risiko hingga langkah-langkah pencegahan.

Apa Itu Kanker Ovarium?

Kanker ovarium adalah jenis kanker yang tumbuh di indung telur (ovarium), yaitu organ reproduksi wanita yang berfungsi menghasilkan sel telur dan hormon seperti estrogen dan progesteron. Kanker ini sering disebut sebagai "silent killer" karena gejalanya biasanya baru muncul pada tahap lanjut, sehingga sulit terdeteksi dini. Penyakit ini sering kali tidak disadari sampai kanker menyebar ke panggul atau perut, yang membuat pengobatan lebih rumit.

Berapa Banyak Kasusnya?

Kanker ovarium merupakan salah satu kanker yang paling sering menyerang wanita di Indonesia. Berdasarkan data Global Cancer Observatory (GCO) 2020, terdapat sekitar 14.896 kasus baru kanker ovarium di Indonesia setiap tahunnya, dengan angka kematian mencapai 9.123 kasus. Sebagian besar kasus ditemukan pada wanita di atas usia 50 tahun, terutama setelah menopause, namun kanker ini juga dapat menyerang wanita yang lebih muda.

Secara global, kanker ovarium adalah penyebab kematian tertinggi di antara kanker ginekologi. Hal ini disebabkan oleh deteksi yang sering terlambat dan kurangnya akses terhadap layanan kesehatan yang memadai di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia.

Apa Penyebabnya? Apakah Kamu Beresiko?

Penyebab pasti kanker ovarium belum sepenuhnya diketahui, namun penyakit ini biasanya berkembang akibat perubahan genetik yang menyebabkan sel-sel di ovarium tumbuh secara tidak terkendali dan membentuk tumor. Perubahan ini bisa terjadi karena mutasi spontan atau diwariskan dari keluarga. Selain itu, berbagai faktor seperti lingkungan, gaya hidup, dan paparan bahan kimia tertentu juga diduga dapat memengaruhi risiko terjadinya kanker ovarium.

Faktor Risiko

Berikut adalah beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terkena kanker ovarium:

  1. Usia: Risiko kanker ovarium meningkat seiring bertambahnya usia, terutama setelah menopause.

  2. Riwayat keluarga: Memiliki anggota keluarga dengan riwayat kanker ovarium atau kanker payudara meningkatkan risiko secara signifikan.

  3. Mutasi genetik: Mutasi pada gen BRCA1 dan BRCA2 terkait dengan risiko tinggi kanker ovarium.

  4. Endometriosis: Wanita dengan kondisi ini memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker ovarium.

  5. Terapi hormon: Penggunaan terapi penggantian hormon setelah menopause dapat sedikit meningkatkan risiko.

  6. Obesitas: Wanita dengan indeks massa tubuh (IMT) tinggi memiliki risiko lebih besar untuk mengembangkan berbagai jenis kanker, termasuk kanker ovarium.

  7. Tidak pernah hamil: Wanita yang belum pernah hamil memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan mereka yang pernah melahirkan.

  8. Paparan bahan kimia: Penggunaan bedak talc di area genital diduga dapat meningkatkan risiko kanker ovarium, meskipun bukti ilmiahnya masih terbatas.

Paparan radiasi: Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara paparan radiasi tertentu dengan peningkatan risiko kanker ovarium.

Gejala

Pada tahap awal, kanker ovarium sering kali tidak menunjukkan gejala yang jelas. Ketika gejala muncul, biasanya sudah berada pada tahap lanjut. Berikut adalah gejala yang perlu diwaspadai:

  • Perut kembung atau terasa penuh.

  • Nyeri panggul atau perut bagian bawah.

  • Kehilangan nafsu makan atau cepat merasa kenyang.

  • Perubahan pola buang air besar atau kecil, seperti sembelit atau sering buang air kecil.

  • Penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya.

  • Kelelahan kronis.

  • Perdarahan di luar siklus menstruasi atau setelah menopause.

  • Pembesaran perut akibat akumulasi cairan (asites).

Gejala-gejala ini sering kali disalah artikan sebagai gangguan pencernaan atau masalah kesehatan lainnya. Oleh karena itu, penting untuk segera berkonsultasi dengan dokter jika gejala berlangsung lebih dari dua minggu.

Pemeriksaan Apa yang Dilakukan

Dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan fisik untuk mengevaluasi tanda-tanda kanker ovarium. Beberapa langkah yang biasanya dilakukan meliputi:

  1. Pemeriksaan panggul: Dokter meraba adanya pembesaran atau kelainan pada ovarium.

  2. Pemeriksaan perut: Untuk mengevaluasi adanya pembengkakan, massa, atau cairan di rongga perut.

Untuk memastikan diagnosis kanker ovarium, dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan tambahan, seperti:

  1. Ultrasonografi Transvaginal (TVUS) adalah tes yang menggunakan gelombang suara untuk memeriksa rahim, tuba falopi, dan ovarium dengan cara memasukkan alat ultrasound ke dalam vagina. Tes ini dapat membantu menemukan massa (tumor) di ovarium, tetapi tidak dapat menentukan apakah massa tersebut kanker atau jinak. Ketika digunakan untuk skrining, sebagian besar massa yang ditemukan ternyata bukan kanker.

  2. Computed Tomography (CT scan) atau Magnetic resonance imaging (MRI): Memberikan gambaran yang lebih detail tentang ukuran, lokasi, dan penyebaran tumor.

  3. Tes darah Biomarker: Cancer Antigen 125 (CA125) adalah biomarker yang paling sering digunakan untuk mendiagnosis kanker ovarium, meskipun memiliki kelemahan. Pada tahap awal kanker ovarium, saat menstruasi, atau pada penderita endometriosis, sensitivitas CA125 cenderung rendah karena kadar CA125 juga bisa meningkat pada kondisi tersebut. Human Epididymis Protein 4 (HE4) adalah biomarker yang lebih baru dan sering dikombinasikan dengan CA125 untuk meningkatkan akurasi diagnosis.

  4. Biopsi: Pemeriksaan histopatologi sangat penting dalam mendiagnosis kanker ovarium. Melalui pengamatan jaringan di bawah mikroskop, ahli patologi dapat mendiagnosis kanker dengan akurat sekaligus mengamati karakteristik biologisnya. Diagnosis kanker ovarium yang tepat, terutama untuk tumor ovarium berukuran besar, bergantung pada temuan histopatologi dari jaringan yang telah diangkat. Biopsi dengan jarum halus (fine-needle aspiration) adalah teknik yang sering digunakan untuk mengambil sampel jaringan kanker ovarium. Namun, metode ini kadang menghasilkan jumlah jaringan yang kurang sehingga diagnosis pasti tidak dapat dilakukan.

  5. Pemeriksaan genetik: Untuk mendeteksi mutasi genetik seperti BRCA1 dan BRCA2, terutama pada wanita dengan riwayat keluarga kanker. Hal ini berguna dalam kanker ovarium karena dapat memberikan wawasan lebih dalam mengenai mekanisme molekuler yang mendasari kondisi yang kompleks ini. Teknologi mikroarray atau sequencing RNA dapat digunakan untuk menganalisis tingkat ekspresi ribuan gen secara bersamaan, dan mampu mengidentifikasi tanda molekuler yang berbeda yang terkait dengan subtipe kanker ovarium.

Apa Itu CA 125?

CA 125 adalah singkatan dari "Cancer Antigen 125" yaitu protein yang biasanya ditemukan di permukaan sel kanker, terutama kanker ovarium, dan juga dalam jumlah kecil di jaringan normal tubuh. Tes CA 125 adalah pemeriksaan darah yang mengukur kadar protein ini untuk membantu dalam diagnosis, pemantauan, dan pengelolaan berbagai kondisi medis. Namun, tidak semua pasien kanker ovarium memiliki kadar CA 125 yang tinggi, terutama pada tahap awal. Oleh karena itu, tes ini biasanya dikombinasikan dengan pemeriksaan lain, seperti ultrasonografi transvaginal atau CT scan.

Kegunaan Tes CA 125

Tes CA 125 memiliki beberapa kegunaan utama:

  1. Diagnosis Kanker Ovarium: Tes ini sering digunakan untuk membantu mendeteksi kanker ovarium, terutama pada wanita yang menunjukkan gejala tertentu.

  2. Pemantauan Pengobatan: Pada pasien yang telah didiagnosis dengan kanker ovarium, kadar CA 125 dapat digunakan untuk memantau efektivitas pengobatan, seperti kemoterapi.

  3. Deteksi Kekambuhan: Tes ini dapat membantu mendeteksi apakah kanker telah kembali setelah pengobatan.

  4. Diagnosis Kondisi Non-Kanker: Meskipun lebih jarang, kadar CA 125 juga dapat meningkat akibat kondisi non-kanker seperti endometriosis, fibroid rahim, atau infeksi panggul.

Siapa Saja yang Perlu Diperiksa?

Pemeriksaan CA 125 biasanya disarankan untuk:

  1. Wanita dengan Gejala Kanker Ovarium: Gejala termasuk kembung, nyeri panggul, kehilangan nafsu makan, atau sering buang air kecil.

  2. Pasien dengan Riwayat Kanker Ovarium: Untuk memantau perkembangan atau kekambuhan.

  3. Wanita dengan Risiko Tinggi: Mereka yang memiliki riwayat keluarga kanker ovarium atau mutasi genetik tertentu.

Cara Pemeriksaan CA 125

Prosedur pemeriksaan CA 125 sangat sederhana:

  1. Pengambilan Sampel Darah: Darah diambil dari pembuluh darah vena, biasanya di lengan.

  2. Analisis di Laboratorium: Sampel darah dianalisis untuk mengukur kadar CA 125.

  3. Hasil: Jika kadar CA 125 tinggi, dokter akan mengevaluasi hasil bersama dengan gejala klinis dan hasil tes lain. Tindakan selanjutnya mungkin termasuk:

  • Pemeriksaan pencitraan seperti USG atau CT scan.

  • Biopsi untuk memastikan diagnosis.

  • Pemantauan lebih lanjut jika dicurigai adanya kondisi non-kanker.

Pengobatan

Pengobatan kanker ovarium tergantung pada stadium penyakit, kondisi kesehatan pasien, dan preferensi individu. Beberapa metode pengobatan meliputi:

  1. Operasi: Langkah pertama dalam pengobatan kanker ovarium biasanya adalah operasi untuk mengangkat tumor. Pada kasus tertentu, seluruh ovarium, rahim, dan jaringan sekitarnya juga perlu diangkat.

  2. Kemoterapi: Menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel kanker. Kemoterapi sering diberikan setelah operasi untuk memastikan semua sel kanker telah dihancurkan.

  3. Terapi target: Obat-obatan yang dirancang khusus untuk menyerang sel kanker tertentu tanpa merusak sel sehat. Contohnya adalah inhibitor PARP yang efektif untuk pasien dengan mutasi gen BRCA.

  4. Radioterapi: Jarang digunakan untuk kanker ovarium, namun dapat dipertimbangkan pada kasus tertentu untuk mengendalikan gejala.

  5. Imunoterapi: Masih dalam tahap penelitian, metode ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam melawan kanker.

  6. Perawatan paliatif: Ditujukan untuk pasien dengan kanker stadium lanjut guna meningkatkan kualitas hidup melalui manajemen nyeri dan dukungan emosional.

Komplikasi

Kanker ovarium dapat menyebabkan berbagai komplikasi, antara lain:

  • Penumpukan cairan di rongga perut (asites) yang menyebabkan perut membesar dan terasa nyeri.

  • Penyumbatan usus yang memerlukan tindakan medis darurat.

  • Penyebaran kanker ke organ lain seperti hati, paru-paru, atau tulang.

  • Penurunan kualitas hidup akibat nyeri kronis, kelelahan, dan efek samping pengobatan.

  • Gangguan fungsi organ vital akibat penyebaran kanker.

Pencegahan

Meskipun tidak ada cara yang pasti untuk mencegah kanker ovarium, beberapa langkah dapat membantu menurunkan risikonya:

  1. Kontrasepsi oral: Menggunakan pil KB selama lima tahun atau lebih dapat menurunkan risiko kanker ovarium.

  2. Menjaga berat badan ideal: Pola makan sehat dan olahraga teratur membantu mengurangi risiko kanker.

  3. Menghindari terapi hormon yang tidak perlu: Diskusikan dengan dokter sebelum memulai terapi penggantian hormon.

  4. Operasi pencegahan: Pada wanita dengan risiko genetik tinggi, pengangkatan ovarium dan tuba falopi dapat dipertimbangkan.

  5. Mengurangi paparan bahan kimia: Hindari penggunaan bedak talc di area genital.

  6. Edukasi masyarakat: Meningkatkan kesadaran tentang kanker ovarium melalui kampanye kesehatan.

Kesimpulan

Kanker ovarium adalah penyakit serius yang sering terlambat didiagnosis. Dengan memahami faktor risiko, gejala, dan langkah pencegahan, masyarakat diharapkan dapat lebih waspada dan proaktif menjaga kesehatan. Jika Anda memiliki risiko tinggi atau mengalami gejala mencurigakan, segera konsultasikan dengan dokter. Edukasi masyarakat dan akses layanan kesehatan yang lebih baik adalah kunci utama untuk menekan angka kematian akibat kanker ovarium.

Sumber:

1. American Cancer Society. (n.d.). Detection and diagnosis of ovarian cancer. Retrieved December 30, 2024, from https://www.cancer.org/cancer/types/ovarian-cancer/detection-diagnosis-staging/detection.html

2. Doubeni, C. A., Doubeni, A. R., & Myers, A. E. (2016). Diagnosis and management of ovarian cancer. American family physician, 93(11), 937-944.

3. Li, X., Li, Z., Ma, H., Li, X., Zhai, H., Li, X. ... Hao, Z. (2024). Ovarian cancer: Diagnosis and treatment strategies (Review). Oncology Letters, 28, 441. https://doi.org/10.3892/ol.2024.14574

4. Stewart, C., Ralyea, C., & Lockwood, S. (2019, April). Ovarian cancer: an integrated review. In Seminars in oncology nursing (Vol. 35, No. 2, pp. 151-156). WB Saunders.