Polio Masih Ada! Inilah Cara Melindungi Diri dan Keluarga Anda

Polio Masih Ada! Inilah Cara Melindungi Diri dan Keluarga Anda

04/06/2025Bumame

Polio belum hilang sepenuhnya. Lindungi diri & keluarga dengan vaksinasi dan langkah pencegahan yang tepat sejak dini.

Apakah penyakit polio masih ada? Polio atau poliomyelitis yang dikenal dengan gejala kelumpuhannya adalah penyakit yang sudah hampir diberantas secara global, tetapi belum sepenuhnya hilang. Meski sebagian besar negara telah bebas dari polio berkat vaksinasi massal, masih ada beberapa wilayah di dunia yang melaporkan kasus baru. Indonesia sendiri pada tahun 2024 memiliki tiga kasus baru dengan total kasus yang dilaporkan pada 2022-2024 sebanyak 12 kasus. Penyakit ini masih menjadi ancaman bagi anak-anak yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap. Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang polio, mulai dari definisi, penyebab, gejala, pemeriksaan, diagnosis, pengobatan, komplikasi, hingga pencegahan.

Apa Itu Polio?

Polio adalah penyakit menular yang disebabkan oleh poliovirus, yang menyerang sistem saraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan permanen. Virus ini terutama menyerang anak-anak di bawah usia 5 tahun, tetapi orang dewasa yang belum mendapatkan vaksin juga dapat terinfeksi.

Polio ditularkan melalui kontak dengan tinja orang yang terinfeksi (fekal-oral) atau melalui air dan makanan yang terkontaminasi. Virus ini masuk ke tubuh melalui mulut, berkembang biak di usus, dan menyebar ke sistem saraf pusat, menyebabkan kerusakan saraf yang berujung pada kelumpuhan.

Penyebab Polio

Polio disebabkan oleh infeksi poliovirus, yang termasuk dalam kelompok Enterovirus. Ada tiga jenis poliovirus yang dapat menyebabkan penyakit ini, yaitu poliovirus tipe 1, 2, dan 3. Poliovirus tipe 1 adalah penyebab utama polio yang bersirkulasi saat ini.

Virus ini menyebar melalui:

  • Kontak langsung dengan tinja penderita (sanitasi yang buruk meningkatkan risiko penyebaran).

  • Mengonsumsi makanan atau air yang terkontaminasi virus.

  • Kontak langsung dengan droplet dari batuk atau bersin penderita (jarang terjadi).

Gejala Polio

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung

Sebagian besar infeksi polio bersifat asimptomatik, artinya tidak menimbulkan gejala. Namun, ketika gejala muncul, mereka dapat dibagi menjadi beberapa kategori:

Polio Non-Paralitik

Polio jenis ini menyebabkan gejala ringan yang mirip flu, seperti:

  • Demam

  • Sakit tenggorokan

  • Kelelahan

  • Nyeri kepala

  • Nyeri otot dan kekakuan di punggung atau leher

  • Mual dan muntah

Polio Paralitik (Jarang terjadi)

Ini adalah bentuk polio yang paling serius, di mana virus menyerang saraf yang mengontrol otot, menyebabkan:

  • Kelemahan otot yang cepat memburuk

  • Refleks yang berkurang atau hilang

  • Kelumpuhan permanen, terutama pada kaki

Sindrom Pasca-Polio (Post-Polio Syndrome – PPS)

Beberapa orang yang sembuh dari polio dapat mengalami sindrom pasca-polio bertahun-tahun kemudian, dengan gejala seperti:

  • Kelelahan ekstrem

  • Nyeri otot dan sendi

  • Kelemahan otot progresif

  • Gangguan pernapasan dan menelan

Hal ini terjadi karena neuron motorik yang tersisa harus bekerja lebih keras untuk mengkompensasi neuron yang telah rusak akibat infeksi awal. Seiring waktu, neuron yang tersisa juga bisa mengalami degenerasi, menyebabkan gejala PPS.

Bagaimana Polio Bisa Menyebabkan Kelumpuhan?

Poliovirus Masuk ke Dalam Tubuh

Infeksi polio umumnya terjadi melalui jalur fekal-oral, yaitu ketika seseorang menelan makanan atau air yang terkontaminasi tinja penderita polio. Dalam kasus yang lebih jarang, virus juga bisa menular melalui droplet pernapasan dari orang yang terinfeksi.

Begitu masuk ke tubuh, poliovirus akan berkembang biak di saluran pencernaan, terutama di usus. Sebagian besar infeksi ini tidak menimbulkan gejala berarti, tetapi pada beberapa orang, virus bisa menyebar lebih jauh dan menyebabkan penyakit yang serius.

Virus Menyebar ke Aliran Darah

Setelah berkembang biak di usus, poliovirus bisa memasuki peredaran darah dan mulai menyebar ke berbagai organ. Sistem kekebalan tubuh biasanya mencoba melawan virus pada tahap ini, tetapi jika virus berhasil bertahan dan memperbanyak diri dengan cepat, infeksi bisa menyebar ke sistem saraf pusat.

Virus Menyerang Sistem Saraf Pusat

Pada beberapa kasus, poliovirus berhasil menembus sawar darah-otak (blood-brain barrier) dan masuk ke sumsum tulang belakang serta otak. Virus ini terutama menyerang neuron motorik di medula spinalis, batang otak, dan korteks motorik otak.

Neuron motorik adalah sel saraf yang bertanggung jawab mengirimkan sinyal dari otak ke otot untuk mengontrol gerakan tubuh. Jika poliovirus menyerang dan menghancurkan neuron motorik ini, maka otot yang terhubung ke saraf tersebut tidak bisa menerima sinyal dari otak, menyebabkan kelemahan otot hingga kelumpuhan.

Mengapa Kelumpuhan Terjadi?

Ketika neuron motorik rusak atau mati akibat infeksi poliovirus, otot yang sebelumnya dikendalikan oleh neuron tersebut tidak lagi dapat berkontraksi dengan baik. Akibatnya, terjadi kelemahan otot yang bisa berkembang menjadi kelumpuhan permanen.

Beberapa karakteristik utama kelumpuhan akibat polio:

  • Biasanya asimetris, artinya satu sisi tubuh lebih terdampak dibanding sisi lainnya.

  • Lebih sering terjadi di kaki dibanding tangan.

  • Tidak menyebabkan gangguan sensorik, karena poliovirus hanya menyerang saraf motorik, bukan saraf sensorik.

Pada kasus yang lebih parah, jika virus menyerang neuron yang mengontrol otot pernapasan (diafragma), pasien bisa mengalami gagal napas dan membutuhkan bantuan ventilator untuk bertahan hidup.

Mengapa Tidak Semua Orang Terinfeksi Menjadi Lumpuh?

Tidak semua orang yang terinfeksi poliovirus akan mengalami kelumpuhan. Seperti yang sudah dibahas pada gejala polio sebelumnya, berikut beberapa jenis polio berdasarkan manifestasi gejalanya:

  • Polio Asimptomatik (90-95%) → Tidak ada gejala sama sekali.

  • Polio Non-Paralitik (4-8%) → Menyebabkan gejala ringan seperti demam, sakit kepala, dan nyeri otot.

  • Polio Paralitik (0,1-1%) → Virus mencapai sistem saraf pusat dan menyebabkan kelumpuhan.

Kemampuan virus untuk mencapai sistem saraf dan menyebabkan kelumpuhan bergantung pada beberapa faktor, seperti virulensi virus, kondisi sistem kekebalan tubuh, serta status vaksinasi seseorang.

Kapan Seseorang Perlu Diperiksa untuk Polio?

Pemeriksaan polio diperlukan jika seseorang menunjukkan gejala berikut:

  • Kelemahan otot tiba-tiba, terutama pada satu sisi tubuh

  • Demam, sakit kepala, dan nyeri otot tanpa penyebab jelas

  • Kesulitan menelan atau bernapas

  • Riwayat kontak dengan penderita polio atau bepergian ke daerah dengan kasus polio aktif

Bayi dan anak-anak yang belum mendapatkan vaksin lengkap lebih rentan terkena polio dan perlu segera diperiksa jika mengalami tanda-tanda di atas.

Untuk mendiagnosis polio, dokter akan melakukan:

Pemeriksaan Klinis:

  • Menilai refleks otot: Polio sering menyebabkan refleks yang melemah atau hilang.

  • Memeriksa kekuatan otot: Dokter akan melihat apakah ada kelemahan atau kelumpuhan pada anggota tubuh.

  • Menanyakan riwayat perjalanan: Jika pasien baru saja bepergian ke daerah dengan wabah polio, risiko infeksi lebih tinggi.

  • Memeriksa gejala lain: Seperti kesulitan menelan, gangguan pernapasan, atau nyeri otot yang parah.

Tes Laboratorium:

  • Tes Sampel Tinja: Mendeteksi poliovirus dalam tinja. Ini adalah metode yang paling sering digunakan karena poliovirus lebih mudah ditemukan dalam tinja dibandingkan dalam darah.

  • Tes Darah: Memeriksa antibodi terhadap poliovirus. Jika ditemukan antibodi spesifik, ini menunjukkan bahwa tubuh sedang melawan infeksi polio atau bahwa pasien telah menerima vaksin polio sebelumnya.

  • PCR: Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah teknik molekuler yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan materi genetik poliovirus dalam sampel tinja, darah, atau cairan tubuh lainnya.

Penanganan dan Pengobatan Polio

Saat ini tidak ada obat yang dapat menyembuhkan polio setelah seseorang terinfeksi. Pengobatan hanya bertujuan untuk meredakan gejala dan mencegah komplikasi, termasuk:

  • Fisioterapi untuk menjaga dan meningkatkan fungsi otot yang masih sehat, mencegah kontraktur, dan mempertahankan fungsi otot. Membantu pasien agar tetap mandiri.

  • Alat bantu seperti penyangga atau kursi roda bagi pasien dengan kelumpuhan.

  • Ventilator jika ada gangguan pernapasan akibat kelumpuhan otot diafragma.

Pada sindrom pasca-polio (PPS) , penanganan yang dapat dilakukan meliputi:

  • Latihan fisik ringan untuk mencegah kelelahan berlebih

  • Pengelolaan nyeri dengan fisioterapi dan obat analgesik

  • Terapi okupasi untuk membantu pasien dalam aktivitas sehari-hari

Pencegahan Polio

Vaksinasi Polio

Vaksin adalah cara paling efektif untuk mencegah polio. Ada dua jenis vaksin polio:

  • Vaksin Polio Oral (OPV): Mengandung virus hidup yang dilemahkan, diberikan secara tetes di mulut.

  • Vaksin Polio Inaktif (IPV): Mengandung virus yang sudah dimatikan, diberikan melalui suntikan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan empat dosis vaksin polio sebagai bagian dari program imunisasi dasar. Berdasarkan jadwal imunisasi terbaru yang dikeluarkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), empat dosis vaksin polio primer diberikan pada usia 0-1, 2, 3, dan 4 bulan dan satu dosis vaksin polio booster pada usia 18 bulan. Jensi vaksin yang diberikan adalah tiga kali OPV dan dua kali IPV.

Perbaikan Sanitasi dan Kebersihan

  • Mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar dan sebelum makan.

  • Memastikan air minum bersih dan makanan tidak terkontaminasi.

  • Menggunakan toilet yang layak untuk menghindari penyebaran virus melalui tinja.

Pengawasan dan Eliminasi Polio

Beberapa negara masih mengalami kejadian luar biasa (KLB) polio, terutama di daerah dengan cakupan vaksinasi rendah. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk:

  • Meningkatkan cakupan imunisasi polio.

  • Melakukan surveilans ketat terhadap kasus lumpuh layu akut.

  • Mengadakan kampanye vaksinasi tambahan di daerah berisiko.

Meskipun polio sudah jarang terjadi di banyak negara, penyakit ini belum sepenuhnya hilang. Vaksinasi tetap menjadi langkah utama dalam mencegah polio dan memastikan dunia bebas dari penyakit ini. Selain itu, peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya imunisasi, sanitasi yang baik, dan deteksi dini dapat membantu mengurangi risiko penularan. Jika Anda belum mendapatkan vaksin polio lengkap atau memiliki anak kecil, segera pastikan imunisasi polio diberikan sesuai jadwal untuk perlindungan seumur hidup.

Mari bersama-sama berperan dalam memberantas polio dan menjaga generasi mendatang tetap sehat!

Sumber:

World Health Organization. Poliomyelitis Fact Sheet. WHO; 2024.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Polio: Prevention and Treatment. CDC; 2024.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Polio. Kemenkes RI; 2023.

Global Polio Eradication Initiative. Strategy for Eradication. GPEI; 2024.

Jadwal Imunisasi Anak Usia 0-18 Tahun Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Tahun 2024. IDAI; 2024.