Rabies menular lewat gigitan atau cakaran hewan dan bisa mematikan. Kenali gejala awal dan pentingnya vaksinasi segera setelah terpapar.
Sering mendengar rabies akibat gigitan anjing? Sebenarnya seberapa bahayakah penyakit rabies itu? Rabies adalah salah satu penyakit zoonosis atau penyakit yang ditularkan melalui hewan yang paling ditakuti di dunia. Banyak orang mengaitkan rabies dengan gigitan anjing, tetapi apakah Anda tahu bahwa rabies bisa menular dari berbagai hewan lainnya, termasuk kucing dan kelelawar? Penyakit ini tergolong mematikan jika tidak segera ditangani. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami rabies secara menyeluruh. Artikel ini akan membahas definisi rabies, gejala pada manusia, penanganan, komplikasi, pencegahan, serta ciri hewan yang terinfeksi rabies, termasuk vaksinasi rabies.
Apa Itu Rabies?
Rabies adalah penyakit infeksi virus yang menyerang sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang). Penyebab rabies adalah Rabies lyssavirus, yang ditularkan melalui ludah hewan yang terinfeksi, biasanya melalui gigitan, cakaran, atau kontak dengan luka terbuka dan selaput lendir (mata, hidung, atau mulut).
Penyakit ini dapat bersifat fatal setelah gejala muncul. Oleh karena itu, penanganan medis yang cepat setelah terpapar virus rabies sangat penting untuk mencegah berkembangnya infeksi.
Gejala Rabies pada Manusia
Rabies memiliki masa inkubasi yang bervariasi, biasanya antara 1 hingga 3 bulan, tetapi dalam beberapa kasus bisa lebih cepat (beberapa hari) atau lebih lama (hingga satu tahun). Lamanya masa inkubasi dipengaruhi oleh:
Lokasi gigitan (gigitan di daerah kepala dan leher lebih berisiko mempercepat penyebaran virus).
Jumlah virus yang masuk ke dalam tubuh.
Respons sistem imun individu.
Setelah masa inkubasi berakhir, penderita mulai mengalami gejala rabies dalam beberapa tahap.
Gejala Awal (Prodromal Stage) – 2 hingga 10 hari
Pada tahap ini, gejala rabies sering kali menyerupai infeksi virus lainnya, seperti flu. Gejala yang muncul antara lain:
Demam, menggigil, dan rasa tidak enak badan.
Nyeri kepala dan pusing.
Nyeri otot dan kelemahan tubuh.
Mual dan muntah.
Kesemutan, rasa panas, atau nyeri di area gigitan (parestesia).
Sensasi tidak nyaman di area gigitan merupakan salah satu tanda khas rabies, yang menandakan virus mulai menyerang saraf di sekitar luka.
Gejala Lanjutan (Neurologis) – 2 hingga 7 hari
Setelah gejala awal, penyakit berkembang menjadi fase neurologis dengan dua bentuk utama, yaitu rabies ganas (furious rabies) dan rabies paralitik (paralytic rabies).
Rabies Ganas (Furious Rabies) – 80% Kasus
Jenis rabies ini lebih sering terjadi dan ditandai dengan:
Hidrofobia (takut air): Penderita mengalami kejang otot tenggorokan saat mencoba menelan air, menyebabkan ketakutan ekstrem terhadap minum atau melihat air.
Aerofobia (takut angin): Udara yang bertiup dapat memicu kejang dan spasme otot.
Kegelisahan dan hiperaktif: Penderita terlihat gelisah, agresif, dan sering berteriak atau berhalusinasi.
Kelumpuhan wajah dan kesulitan berbicara: Otot wajah menjadi kaku, sehingga penderita kesulitan berbicara dan menelan.
Air liur berlebihan (hipersalivasi): Produksi saliva meningkat drastis, sering kali menyebabkan mulut berbusa.
Kejang-kejang: Serangan kejang bisa terjadi secara tiba-tiba dan semakin sering.
Jika tidak segera ditangani, penderita akan mengalami koma dan meninggal dalam waktu beberapa hari akibat kegagalan pernapasan.
Rabies Paralitik (Paralytic Rabies) – 20% Kasus
Rabies jenis ini lebih jarang terjadi dan sering salah didiagnosis karena gejalanya mirip dengan penyakit saraf lainnya. Ciri-cirinya meliputi:
Kelemahan otot progresif: Dimulai dari area gigitan dan menyebar ke seluruh tubuh.
Kelumpuhan: Dimulai dari ekstremitas dan akhirnya melibatkan otot pernapasan.
Koma: Penderita akan kehilangan kesadaran dan mengalami kegagalan organ sebelum akhirnya meninggal.
Karena perkembangan penyakit ini lebih lambat dibanding rabies ganas, pasien sering kali tidak terdiagnosis rabies hingga mencapai tahap akhir.
Jika sudah masuk tahap lanjutan, rabies hampir selalu berujung kematian dalam beberapa hari akibat kegagalan pernapasan.
Penanganan atau Pengobatan Rabies
Mengingat rabies menyerang sistem saraf pusat dan hampir selalu berakibat fatal setelah gejala muncul, penanganan yang cepat setelah terpapar virus rabies adalah satu-satunya cara untuk mencegah kematian. Berikut langkah yang harus segera dilakukan:
Pertolongan Pertama
Cuci Luka dengan Segera dan Menyeluruh
Gunakan sabun dan air mengalir untuk mencuci luka selama 15 menit.
Pastikan mencuci hingga ke dalam luka untuk menghilangkan virus yang mungkin masuk.
Jangan menutup luka dengan perban sebelum diperiksa oleh tenaga medis.
Oleskan Antiseptik
Setelah mencuci luka, oleskan povidone-iodine atau antiseptik lain untuk membantu membunuh virus.
Segera Cari Pertolongan Medis
Jangan menunda untuk pergi ke fasilitas kesehatan terdekat.
Dokter akan menilai risiko rabies berdasarkan jenis luka dan perilaku hewan yang menggigit.
Perawatan Medis (Post-Exposure Prophylaxis - PEP)
Jika seseorang tergigit hewan yang diduga rabies, dokter akan melakukan Post-Exposure Prophylaxis (PEP), yaitu serangkaian pengobatan yang bertujuan untuk mencegah infeksi virus rabies sebelum gejala muncul.
Vaksinasi Rabies
Vaksin rabies diberikan dalam beberapa dosis untuk merangsang sistem kekebalan tubuh melawan virus. Jadwal pemberian vaksin rabies untuk individu yang belum pernah divaksin sebelumnya adalah sebagai berikut:
Hari 0: Dosis pertama
Hari 3: Dosis kedua
Hari 7: Dosis ketiga
Hari 14: Dosis keempat
Bagi orang dengan gangguan sistem imun, tambahan satu dosis diberikan pada hari ke-28.
Pemberian Imunoglobulin Rabies (HRIG)
Untuk kasus gigitan berisiko tinggi (gigitan dalam, luka terbuka, atau gigitan di area kepala dan leher), dokter akan memberikan Human Rabies Immunoglobulin (HRIG).
HRIG diberikan hanya sekali pada hari pertama (Hari 0) untuk memberikan perlindungan langsung sebelum vaksin mulai bekerja.
HRIG disuntikkan langsung di sekitar luka untuk memberikan efek perlindungan maksimal.
Pengawasan dan Tindakan Tambahan
Jika memungkinkan, hewan yang menggigit akan diamati selama 10-14 hari untuk melihat apakah menunjukkan tanda-tanda rabies.
Jika hewan tersebut tetap sehat setelah masa observasi, kemungkinan rabies sangat kecil, dan vaksinasi dapat dihentikan.
Jika hewan mati atau tidak dapat ditemukan, pasien harus menyelesaikan seluruh rangkaian vaksinasi rabies.
Pengobatan Rabies Setelah Gejala Muncul: Apakah Masih Bisa Disembuhkan?
Jika rabies sudah memasuki tahap gejala klinis (seperti hidrofobia, kejang, atau kelumpuhan), maka tidak ada pengobatan yang terbukti efektif.
Satu-satunya pendekatan yang pernah dicoba adalah Protokol Milwaukee, yang melibatkan:
Induksi koma menggunakan obat-obatan untuk mengurangi aktivitas otak.
Pemberian obat antivirus untuk melawan infeksi.
Namun, tingkat keberhasilan protokol ini sangat rendah. Hingga saat ini, hampir tidak ada pasien yang selamat dari rabies setelah gejala muncul, sehingga pencegahan dengan vaksinasi PEP tetap menjadi langkah terbaik.
Komplikasi Rabies
Karakteristik penyakit rabies yang menyerang sistem saraf pusat membuat penyakit ini dapat menyebabkan berbagai komplikasi serius pada otak, sistem saraf, dan organ lainnya. Berikut beberapa komplikasi rabies yang dapat terjadi:
Ensefalitis Rabies
Salah satu komplikasi utama rabies adalah ensefalitis, yaitu peradangan pada otak yang menyebabkan gangguan fungsi saraf yang parah. Peradangan ini terjadi karena virus rabies langsung menyerang otak dan menyebabkan:
Disfungsi saraf yang cepat dan progresif
Kejang-kejang yang sulit dikendalikan
Gangguan kesadaran, dari delirium hingga koma
Seiring waktu, ensefalitis menyebabkan kerusakan permanen pada otak, yang akhirnya berujung pada kematian akibat gagal fungsi otak dan sistem pernapasan.
Kelumpuhan Rabies (Paralytic Rabies)
Selain rabies dalam bentuk ganas yang ditandai dengan hidrofobia dan kejang, sekitar 20% kasus rabies berkembang menjadi rabies paralitik, yang lebih sulit dikenali. Pada kondisi ini, virus menyerang saraf tepi, menyebabkan:
Lumpuh yang dimulai dari area gigitan dan menyebar ke seluruh tubuh
Hilangnya refleks otot
Gangguan pernapasan akibat kelumpuhan otot diafragma
Rabies paralitik seringkali salah didiagnosis sebagai sindrom Guillain-Barré, yang juga menyebabkan kelumpuhan progresif. Sayangnya, dalam kasus rabies, kelumpuhan ini selalu berujung pada kematian akibat gagal napas.
Gangguan Pernapasan Akut
Virus rabies menyerang area otak yang mengontrol pernapasan, sehingga pasien mengalami gangguan pernapasan akut seperti:
Hipoventilasi (penurunan laju pernapasan)
Gagal napas akibat kelumpuhan otot pernapasan
Penumpukan karbon dioksida dalam darah yang menyebabkan koma
Karena rabies menyebabkan disfungsi saraf otak, penggunaan ventilator hanya dapat memperpanjang hidup untuk sementara, tetapi tidak menyembuhkan penyakit.
Gangguan Jantung dan Sirkulasi Darah
Rabies juga dapat menyebabkan komplikasi pada sistem kardiovaskular, termasuk:
Gangguan irama jantung (aritmia) yang berujung pada henti jantung
Hipotensi berat (tekanan darah sangat rendah) akibat gangguan sistem saraf otonom
Syok kardiogenik, yaitu kegagalan jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh
Gangguan ini biasanya muncul pada tahap akhir rabies, ketika infeksi telah menyebar ke seluruh sistem saraf pusat.
Koma dan Kematian
Pada tahap akhir, rabies menyebabkan gagal napas, gagal jantung, dan koma, yang hampir selalu berujung pada kematian dalam waktu 2–10 hari setelah gejala muncul.
Pencegahan Rabies
Vaksinasi
Vaksin rabies untuk manusia dianjurkan bagi tenaga medis, pekerja laboratorium, dan individu yang sering berinteraksi dengan hewan berisiko tinggi.
Vaksinasi Prasyarat (Pre-Exposure Prophylaxis / PrEP)
Orang dengan risiko tinggi terpapar rabies (seperti dokter hewan, petugas laboratorium, dan penjelajah alam) disarankan untuk mendapatkan vaksinasi sebelum terpapar rabies. Berikut anjuran jadwal vaksinasi PrEP:
Hari 0 – Dosis pertama
Hari 7 – Dosis kedua
Hari 21 atau 28 – Dosis ketiga
Setelah vaksinasi lengkap, individu hanya perlu dua dosis tambahan jika terkena gigitan di masa mendatang.
Vaksinasi hewan peliharaan seperti anjing dan kucing harus dilakukan secara berkala setiap tahun. Beberapa negara memiliki program vaksinasi rabies massal untuk menekan kasus rabies di populasi hewan liar.
Hindari Kontak dengan Hewan Liar
Jangan menyentuh hewan liar atau hewan yang menunjukkan perilaku tidak biasa.
Jangan memberi makan anjing atau kucing liar yang tidak divaksin.
Edukasi dan Kesadaran Masyarakat
Laporkan anjing dan kucing liar yang mencurigakan ke otoritas kesehatan hewan.
Ajari anak-anak untuk tidak bermain dengan hewan liar.
Ciri Hewan yang Terinfeksi Rabies
Hewan dengan rabies sering menunjukkan perubahan perilaku drastis. Berikut ciri-ciri rabies pada anjing dan kucing:
Ciri Rabies pada Anjing:
Lebih agresif dan mudah menggigit
Menghindari air (hidrofobia)
Mulut berbusa
Mata merah dan tatapan kosong
Lumpuh secara bertahap
Sumber: Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah
Ciri Rabies pada Kucing:
Lebih liar atau agresif daripada biasanya
Mengeong terus-menerus
Sensitif terhadap cahaya dan suara
Mulut berbusa
Kejang-kejang
Sumber: UNESA
Jika melihat hewan dengan gejala ini, jangan mendekatinya dan segera laporkan ke dinas kesehatan setempat.
Rabies adalah penyakit yang hampir selalu fatal, tetapi dapat dicegah sepenuhnya dengan penanganan cepat dan vaksinasi. Jika tergigit hewan yang diduga rabies, segera bersihkan luka, oleskan antiseptik, dan cari pertolongan medis untuk mendapatkan vaksin dan imunoglobulin rabies. Jangan menunggu gejala muncul, karena rabies yang sudah memasuki tahap klinis tidak dapat disembuhkan.
Melindungi diri dari rabies tidak hanya melalui vaksinasi manusia, tetapi juga dengan vaksinasi hewan peliharaan dan menghindari kontak dengan hewan liar. Pencegahan adalah kunci utama dalam melawan rabies!
Sumber:
World Health Organization. Rabies Fact Sheet. WHO; 2021.
Centers for Disease Control and Prevention. Rabies Symptoms and Diagnosis. CDC; 2020.
Fooks AR, Banyard AC, Horton DL, et al. Rabies control and elimination: A test case for One Health. Lancet Infect Dis. 2014;14(5):382-90.
Rupprecht CE, Hanlon CA, Hemachudha T. Rabies re-examined. Lancet Infect Dis. 2002;2(6):327-43.
Jackson AC. Human Rabies: A 2016 Update. Curr Neurol Neurosci Rep. 2016;16(8):74.
WHO Expert Consultation on Rabies. WHO Technical Report Series No. 931. Geneva: WHO; 2005.
Wilde H, Lumlertdacha B, Meslin FX, et al. Rabies in Asia: The classical zoonosis. Lancet Infect Dis. 2004;4(6):321-7.
National Guidelines for Rabies Prophylaxis. Ministry of Health, Indonesia; 2019.