Penting untuk berkonsultasi dengan spesialis kesuburan atau urolog untuk diagnosis yang tepat dan pilihan pengobatan yang sesuai
Teratozoospermia adalah kondisi medis yang ditandai dengan tingginya persentase keberadaan spermatozoa dengan morfologi abnormal, yang berarti bahwa sebagian besar sperma menunjukkan cacat struktural pada kepala, bagian tengah, atau ekornya. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, di mana "terato" berarti malformasi, "zoo" merujuk pada hewan atau sel sperma, dan "spermia" mengacu pada semen.
Morfologi abnormal ini dapat berdampak negatif pada infertilitas atau kesuburan pria dengan menghambat kemampuan sperma untuk bergerak melalui saluran reproduksi wanita dan membuahi sel telur.
Teratozoospermia biasanya didiagnosis berdasarkan analisis semen sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Menurut pedoman WHO, sperma dianggap memiliki morfologi normal jika memiliki kepala oval yang simetris, bagian tengah yang terhubung dengan baik, dan ekor yang lurus dan tidak terbelit. WHO juga telah menetapkan batas referensi untuk morfologi sperma normal, dengan ambang batas terendah sebesar 4% bentuk normal. Ketika persentase sperma dengan bentuk normal berada di bawah ambang batas ini, diagnosis teratozoospermia akan dibuat.
Apa Saja Gejala pada Penderita Teratozoospermia?
Teratozoospermia sering kali tidak menunjukkan gejala yang dapat diamati secara langsung oleh penderita karena kondisi ini umumnya tidak memengaruhi fungsi tubuh selain kesuburan. Namun, berikut beberapa tanda atau gejala yang dapat berkaitan dengan penyebab mendasar dari teratozoospermia:
1. Kesulitan Memiliki Keturunan (Infertilitas)
Pasangan mengalami kesulitan untuk memiliki anak meskipun telah berhubungan seksual secara teratur tanpa kontrasepsi selama lebih dari satu tahun.
Teratozoospermia biasanya ditemukan saat analisis semen dilakukan dalam evaluasi infertilitas.
2. Gejala yang Berhubungan dengan Penyebab Utama
Beberapa penyebab mendasar teratozoospermia dapat menunjukkan gejala tambahan, seperti:
Gangguan Hormonal: Libido rendah, disfungsi ereksi, atau perubahan fisik terkait ketidakseimbangan hormon testosteron.
Infeksi Reproduksi: Nyeri pada daerah panggul, pembengkakan testis (epididimitis atau orkitis), atau keluarnya cairan abnormal dari penis.
Stres Oksidatif atau Radikal Bebas: Gejala tidak spesifik, tetapi dapat berhubungan dengan gaya hidup buruk seperti kelelahan kronis atau penurunan stamina.
Varikokel: Pembengkakan vena di sekitar testis yang dapat menyebabkan nyeri atau rasa berat pada skrotum.
3. Kualitas Semen Abnormal
Meskipun tidak terlihat tanpa analisis laboratorium, pria dengan teratozoospermia sering memiliki ciri-ciri semen berikut:
Konsistensi Abnormal: Semen terlalu encer atau kental.
Volume yang Berkurang: Produksi semen di bawah jumlah normal.
Warna yang Berubah: Warna semen mungkin kekuningan atau kemerahan jika ada infeksi atau trauma.
Apa Penyebab dari Teratozoospermia?
Teratozoospermia dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti berikut:
1. Faktor Genetik
Mutasi pada gen tertentu, seperti AURKC, SPATA16, dan SUN5, dapat dikaitkan dengan teratozoospermia. Defek genetik ini dapat mengganggu proses spermatogenesis, yang menyebabkan pembentukan sperma dengan bentuk yang tidak normal.
2. Kondisi Fisik
Kondisi seperti varikokel, yaitu pembesaran vena di dalam skrotum, juga dapat dikaitkan dengan teratozoospermia. Varikokel dapat meningkatkan suhu testis dan mengganggu perkembangan sperma.
3. Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup
Paparan racun lingkungan, kebiasaan merokok, dan pilihan gaya hidup tertentu dapat berdampak negatif pada morfologi sperma.
4. Ketidakseimbangan Hormon
Gangguan dalam regulasi hormon dapat memengaruhi proses spermatogenesis, yang berujung pada pembentukan sperma dengan morfologi abnormal.
Bagaimana Cara Mendiagnosis Teratozoospermia?
Diagnosis Teratozoospermia dapat melibatkan evaluasi morfologi sperma dan parameter semen lainnya melalui analisis semen di laboratorium, yang mencakup evaluasi volume, konsentrasi, hingga motilitas. Berikut adalah gambaran umum proses diagnostiknya:
1. Analisis Semen
Sampel semen dikumpulkan dan dianalisis di laboratorium sesuai protokol ketat.
Parameter yang diperiksa meliputi:
Morfologi Sperma: Bentuk dan struktur sperma, termasuk kepala, bagian tengah, dan ekor, diperiksa.
Kriteria WHO: Berdasarkan pedoman WHO, teratozoospermia didiagnosis ketika kurang dari 4% sperma memiliki morfologi normal.
2. Pemeriksaan Mikroskopis
Teknik pewarnaan digunakan untuk memperjelas visualisasi sperma di bawah mikroskop.
Kelainan morfologi diklasifikasikan menjadi:
Defek Kepala: Misalnya, kepala besar atau bentuk tidak teratur.
Defek Bagian Tengah: Misalnya, bengkok atau menebal.
Defek Ekor: Misalnya, ekor melingkar atau pendek.
3. Riwayat Medis dan Gaya Hidup
Riwayat kondisi medis, gaya hidup, dan paparan lingkungan pasien dianalisis secara rinci untuk mengidentifikasi faktor risiko potensial.
4. Pengujian Lanjutan (Jika Diperlukan)
Tes Genetik: Untuk mengidentifikasi kelainan kromosom atau mutasi genetik, seperti pada kasus sperma makrosefalik atau asefalik.
Profil Hormon: Tes darah untuk menilai kadar testosteron, FSH, LH, dan prolaktin jika diduga ada ketidakseimbangan hormon.
Ultrasonografi: Untuk mengevaluasi masalah struktural dalam sistem reproduksi, seperti varikokel.
Pengujian Fragmentasi DNA: Untuk menilai integritas DNA sperma, yang mungkin terkait dengan teratozoospermia.
5. Pengujian Ulang
Untuk memastikan diagnosis, analisis semen dapat diulang 2–3 kali dalam beberapa bulan, karena parameter sperma dapat bervariasi akibat faktor sementara seperti penyakit atau stres.
Bumame menyediakan Paket Tes Kesuburan Pria yang mencakup berbagai pemeriksaan untuk menilai tingkat kesuburan dan mengidentifikasi penyebab infertilitas pada pria dengan biaya Rp2.100.000. Isi pemeriksaan mencangkup LH, FSH, Urine Rutin, Testosteron, Prolactin.
Bagaimana Cara Penyembuhan Teratozoospermia?
Pengobatan teratozoospermia tergantung pada penyebab yang mendasarinya dan tingkat keparahan kondisi. Beberapa kasus dapat disembuhkan dengan perubahan gaya hidup atau intervensi medis, sementara yang lain mungkin memerlukan teknologi reproduksi berbantu (Assisted Reproductive Technologies, ART). Berikut adalah pendekatan pengobatan utamanya:
1. Perubahan Gaya Hidup
Berhenti merokok dan hindari konsumsi alkohol berlebihan.
Adopsi pola makan sehat.
Olahraga secara teratur dan jaga berat badan ideal.
2. Pengobatan Medis
Pengobatan infeksi atau peradangan.
Atasi ketidakseimbangan hormon dengan mengonsumsi obat-obatan seperti clomiphene citrate, gonadotropin, atau terapi testosteron dapat diberikan di bawah pengawasan medis.
Koreksi bedah varikokel, jika varikokel ditemukan, operasi seperti varikokelektomi dapat memperbaiki aliran darah dan meningkatkan kualitas sperma.
3. Suplemen Nutrisi
Antioksidan dan vitamin tertentu dapat meningkatkan kualitas sperma, termasuk:
Vitamin C dan Vitamin E: Membantu melawan radikal bebas.
Kisaran harga suplemen vitamin C yang tersedia di apotek Rp2.000 - Rp5.000 per strip tablet. Bumame menyediakan layanan Immune Vitamin Booster, yaitu suntikan vitamin C dengan dosis 1000 mg yang bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan membantu penyerapan kolagen. Layanan ini ditawarkan dengan harga Rp100.000 per sesi.
Kemudian kisarah harga suplemen vitamin E, yaitu dari Rp20.000 - Rp200.000. Bumame juga menawarkan layanan Strength Vitamin Booster, yaitu suntikan multivitamin lengkap yang mencakup vitamin A, B1, B2, B3, B5, B6, D-Biotin, Asam Folat, B12, C, D, dan E. Layanan ini tersedia dengan harga Rp300.000 per sesi.
Koenzim Q10: Meningkatkan motilitas sperma. Kisaran harga suplemen Koenzim Q10 di apotek adalah Rp190.000 - Rp250.000.
Zinc dan Selenium: Berperan penting dalam pembentukan sperma yang sehat. Adapun kisaran harga suplemen Zinc juga bervariatif, mulai dari Rp10.000 - Rp300.000.
Asam Folat: Mendukung kesehatan DNA sperma. Kisaran harga suplemen asam folat di apotek adalah Rp300 - Rp50.000.
L-karnitin dan Likopen: Membantu meningkatkan morfologi dan motilitas sperma. Adapun beberapa pilihan suplemen L-Karnitin dan Likopen kisaran harganya adalah Rp180.000 - Rp600.000.
Bagaimana Cara Hamil untuk Penderita Teratozoospermia?
Meskipun sperma dengan morfologi abnormal dapat memengaruhi kesuburan pria, kehamilan tetap memungkinkan dengan Teknologi Reproduksi Berbantu (Assisted Reproductive Technologies, ART). Berikut adalah metode yang sering digunakan:
1. Intracytoplasmic Sperm Injection (ICSI):
Sperma dengan kualitas terbaik dipilih secara manual dan disuntikkan langsung ke dalam sel telur.
ICSI adalah metode yang sangat efektif untuk pasangan dengan morfologi sperma yang buruk.
Studi menunjukkan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan metode alami.
Biaya total untuk siklus ICSI dengan beberapa layanan tambahan dapat berkisar antara Rp40.000.000 - Rp150.000.000. Namun, harga dapat bervariasi tergantung pada fasilitas medis, lokasi rumah sakit/klinik, dan tingkat pengalaman tim medis.
2. In Vitro Fertilization (IVF):
Sel telur dibuahi di luar tubuh dalam laboratorium, lalu embrio yang dihasilkan ditanamkan ke rahim.
Jika ICSI digunakan bersama IVF, kemungkinan pembuahan meningkat meskipun sperma memiliki morfologi abnormal.
Biaya program In Vitro Fertilization (IVF) atau bayi tabung di Indonesia bervariasi, mulai dari Rp31.500.000 - Rp143.000.000 per siklus. Biaya tersebut umumnya mencangkup konsultasi dokter, analisis sperma, prosedur IVF, obat-obatan, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan penunjang seperti USG.
3. Intrauterine Insemination (IUI):
Sperma yang telah diproses dimasukkan langsung ke rahim.
Metode ini lebih efektif jika teratozoospermia ringan hingga sedang.
Adapun untuk satu siklus IUI, total biaya bisa berkisar antara Rp3.500.000 - Rp15.000.000 tergantung pada jenis layanan dan obat-obatan yang digunakan.
Bagaimana Hasil Tes Sperma pada Teratozoospermia?
Pada kondisi teratozoospermia, hasil tes sperma menunjukkan adanya abnormalitas pada morfologi sperma. Analisis semen adalah langkah utama untuk mendeteksi kondisi ini, yang dilakukan sesuai pedoman ketat seperti yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO). Berikut adalah parameter utama dan karakteristik hasil tes pada pasien teratozoospermia:
1. Morfologi Sperma
A. Definisi Normal WHO (2021):
Sperma normal memiliki kepala berbentuk oval dengan bagian tengah yang halus dan ekor panjang yang lurus.
Batas normal: ≥4% sperma dengan bentuk normal (morfologi Kruger atau strict criteria).
B. Hasil pada Teratozoospermia:
Kurang dari 4% sperma memiliki morfologi normal.
Kelainan morfologi diklasifikasikan menjadi:
Defek Kepala: Kepala terlalu besar, kecil, memanjang, bulat, atau asimetris.
Defek Bagian Tengah: Bengkok, membesar, atau tidak proporsional.
Defek Ekor: Ekor melingkar, pendek, ganda, atau hilang.
2. Parameter Semen Lainnya
A. Konsentrasi Sperma (Sperm Count):
Normal: ≥15 juta sperma/mL.
Pada teratozoospermia: Konsentrasi bisa normal atau rendah tergantung pada penyebab yang mendasari.
B. Motilitas Sperma (Pergerakan):
Normal: ≥32% sperma dengan motilitas progresif.
Pada teratozoospermia: Motilitas sering terganggu, terutama jika abnormalitas morfologi parah.
C. Volume Semen:
Normal: 1.5–5 mL per ejakulasi.
Pada teratozoospermia: Volume bisa normal atau terganggu oleh faktor tambahan seperti infeksi atau obstruksi.
3. Indeks Teratozoospermia (TZI)
TZI: Metode untuk mengevaluasi tingkat kerusakan sperma berdasarkan jumlah kelainan di kepala, bagian tengah, dan ekor.
Semakin tinggi skor TZI, semakin parah abnormalitas morfologi sperma.
4. Analisis Tambahan pada Teratozoospermia
A. Tes Fragmentasi DNA Sperma
Pasien dengan teratozoospermia sering memiliki tingkat fragmentasi DNA yang lebih tinggi, yang dapat memengaruhi kualitas embrio.
B. Tes Vitalitas Sperma
Digunakan untuk mengevaluasi apakah sperma hidup atau mati jika motilitas sangat rendah.
Penting untuk berkonsultasi dengan spesialis kesuburan atau urolog untuk diagnosis yang tepat dan pilihan pengobatan yang sesuai. Dengan pengelolaan yang tepat, banyak pasangan dengan teratozoospermia dapat berhasil mencapai kehamilan dan memiliki keluarga yang diimpikan.
Sumber:
WHO (2021). "WHO Laboratory Manual for the Examination and Processing of Human Semen."
Menkveld R., et al. (2010). "Morphological characteristics of human spermatozoa in relation to fertility." Asian Journal of Andrology.
Agarwal A., et al. (2014). "Role of oxidative stress in male infertility." Reproductive Biology and Endocrinology.
Mostafa Nayel, D., Salah El Din Mahrous, H., El Din Khalifa, E., Kholeif, S., & Mohamed Elhady, G. (2021). The Effect of Teratozoospermia on Sex Chromosomes in Human Embryos.