Trauma bersifat subjektif, artinya apa yang dianggap traumatis bagi satu individu belum tentu dirasakan sama oleh individu lain
Trauma emosional dan psikologis adalah reaksi alami terhadap kejadian yang mengejutkan atau mengguncang perasaan aman seseorang. Pengalaman traumatis sering kali berkaitan dengan ancaman langsung terhadap nyawa atau keselamatan, tetapi tidak selalu demikian. Apa pun yang membuat seseorang merasa kewalahan, tertekan, atau terisolasi dapat memicu trauma.
Setiap orang merespons trauma dengan cara yang berbeda. Wajar jika seseorang merasa takut atau cemas saat mengalami kejadian traumatis, bahkan dalam beberapa waktu setelahnya. Namun, sementara sebagian orang dapat pulih secara alami seiring waktu, ada juga yang terus mengalami dampak emosional dan stres berkepanjangan. Pemahaman tentang trauma ini penting agar kita bisa lebih peka terhadap diri sendiri dan orang-orang di sekitar yang mungkin sedang berjuang menghadapi pengalaman sulit dalam hidup mereka.
Apa Itu Trauma?
Trauma adalah respons emosional terhadap peristiwa yang sangat mengganggu, seperti kecelakaan, kejahatan, bencana alam, kekerasan fisik atau emosional, penelantaran, menyaksikan atau mengalami kekerasan, kehilangan orang terkasih, perang, dan sebagainya.
Setelah mengalami kejadian traumatis, seseorang umumnya akan merasa terkejut atau bahkan menyangkal apa yang terjadi. Namun, dampaknya tidak berhenti di situ. Dalam jangka panjang, trauma bisa memicu berbagai reaksi seperti perubahan emosi yang tidak menentu, kilas balik yang mengganggu, kesulitan dalam hubungan sosial, hingga gejala fisik seperti sakit kepala atau mual.
Trauma bersifat subjektif, artinya apa yang dianggap traumatis bagi satu individu belum tentu dirasakan sama oleh individu lain. Beberapa orang mungkin mampu mengatasi kejadian traumatis dengan cepat, sementara yang lain mungkin membutuhkan waktu lebih lama atau bahkan dukungan profesional untuk pulih sepenuhnya. Menurut American Psychiatric Association (APA) dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi ke-5 (DSM-5), trauma adalah pengalaman yang mengandung ancaman serius terhadap kehidupan atau keselamatan, yang kemudian menimbulkan perasaan takut, tidak berdaya, dan hilangnya kendali.
Memahami trauma bukan hanya penting bagi mereka yang mengalaminya, tetapi juga bagi orang-orang di sekitar agar bisa memberikan dukungan yang tepat.
Mengenal PTSD
Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) adalah kondisi kejiwaan yang dapat dialami oleh seseorang setelah mengalami atau menyaksikan kejadian traumatis. Kejadian tersebut bisa berupa insiden yang mengancam nyawa, membahayakan secara fisik maupun emosional, atau meninggalkan dampak mendalam pada kesejahteraan mental, sosial, dan spiritual.
Orang yang mengalami PTSD sering kali dihantui oleh kenangan menyakitkan dari peristiwa tersebut, bahkan setelah kejadian berlalu. Mereka mungkin mengalami kilas balik atau mimpi buruk yang membuat mereka seolah-olah kembali ke momen traumatis itu. Perasaan sedih, takut, atau marah yang intens juga sering muncul, bahkan bisa membuat mereka merasa terisolasi dari lingkungan sekitar.
Untuk menghindari rasa sakit emosional, penderita PTSD cenderung menjauhi situasi, tempat, atau orang yang mengingatkan mereka pada trauma yang dialami. Hal-hal sepele seperti suara keras atau sentuhan tiba-tiba bisa memicu reaksi berlebihan karena otak mereka masih dalam mode siaga terhadap bahaya.
Gejala PTSD: Lebih dari Sekadar Kenangan Buruk
Untuk didiagnosis dengan Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), gejalanya harus berlangsung lebih dari satu bulan dan berdampak signifikan pada kehidupan sehari-hari. Gejala PTSD sendiri terbagi dalam empat kategori utama, yaitu intrusi, penghindaran, perubahan emosi dan pola pikir, serta perubahan reaksi dan kewaspadaan.
Intrusi: Ketika Trauma Terus Menghantui
Penderita PTSD sering mengalami gangguan berupa kenangan traumatis yang muncul tanpa kendali. Ini bisa berupa:
Pikiran mengganggu yang berulang dan sulit dikendalikan.
Mimpi buruk yang membuat mereka kembali ke peristiwa traumatis.
Kilas balik (flashback) yang sangat nyata, seolah-olah peristiwa itu terjadi kembali.
Penghindaran: Menjauh dari Apa Pun yang Mengingatkan pada Trauma
Banyak penderita PTSD berusaha keras untuk menghindari hal-hal yang bisa memicu ingatan akan trauma mereka. Ini bisa berupa:
Menghindari orang, tempat, atau aktivitas yang mengingatkan pada kejadian traumatis.
Menolak untuk mengingat, memikirkan, atau membicarakan apa yang terjadi.
Menghindari berbicara tentang perasaan mereka terkait trauma tersebut.
Perubahan dalam Pola Pikir dan Suasana Hati
Trauma tidak hanya memengaruhi ingatan, tetapi juga cara seseorang melihat dunia dan dirinya sendiri. Perubahan ini meliputi:
Perasaan negatif berkepanjangan seperti takut, marah, bersalah, atau malu.
Lupa detail penting dari kejadian traumatis.
Pola pikir negatif yang berlebihan, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain.
Salah menyalahkan diri sendiri atau orang lain atas kejadian yang terjadi.
Merasa terasing dari lingkungan sosial, bahkan dari orang-orang terdekat.
Hilangnya minat terhadap aktivitas yang dulu menyenangkan.
Kesulitan merasakan emosi positif, seperti kebahagiaan atau cinta.
Perubahan dalam Reaksi dan Kewaspadaan
Seseorang dengan PTSD sering mengalami peningkatan kewaspadaan atau reaksi berlebihan terhadap rangsangan tertentu, seperti:
Mudah tersinggung atau mengalami ledakan amarah.
Bersikap sembrono atau melakukan tindakan berisiko.
Selalu waspada terhadap lingkungan sekitar (hipervigilance).
Mudah terkejut oleh suara keras atau gerakan mendadak.
Kesulitan berkonsentrasi atau mengalami gangguan tidur.
Mengapa Tidak Semua Orang Mengalami PTSD?
Tidak semua orang yang mengalami peristiwa berbahaya atau traumatis akan mengembangkan Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD). Ada banyak faktor yang memengaruhi bagaimana seseorang merespons trauma—beberapa faktor sudah ada sebelum kejadian, sementara yang lain berperan selama dan setelah trauma terjadi.
Apa yang Meningkatkan Kemungkinan PTSD?
Beberapa orang lebih rentan mengalami PTSD dibandingkan yang lain. Beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang mengembangkan PTSD meliputi:
Pernah mengalami trauma sebelumnya, terutama saat masih anak-anak.
Mengalami atau menyaksikan kekerasan, cedera, atau kematian orang lain.
Merasa tidak berdaya, takut luar biasa, atau mengalami keterkejutan emosional selama kejadian traumatis.
Kurangnya dukungan sosial setelah peristiwa terjadi, seperti tidak mendapat bantuan dari keluarga, teman, atau komunitas.
Menghadapi stres berat setelah kejadian, misalnya kehilangan orang terkasih, mengalami cedera, kehilangan pekerjaan, atau kehilangan tempat tinggal.
Riwayat gangguan mental dalam keluarga atau memiliki masalah kesehatan mental pribadi, seperti depresi atau kecanduan zat.
Semakin banyak faktor risiko yang dialami seseorang, semakin besar kemungkinan mereka mengalami PTSD setelah peristiwa traumatis.
Apa yang Bisa Mengurangi Risiko PTSD?
Di sisi lain, ada faktor-faktor yang dapat membantu seseorang lebih kuat dalam menghadapi trauma dan mengurangi kemungkinan mengembangkan PTSD. Faktor-faktor ini meliputi:
Mendapat dukungan dari orang lain, baik dari keluarga, teman, atau kelompok pendukung.
Mampu menerima dan memahami respons diri sendiri terhadap peristiwa traumatis, tanpa menyalahkan diri sendiri secara berlebihan.
Memiliki strategi coping (cara mengatasi stres) yang efektif untuk menghadapi trauma dan belajar darinya.
Mampu mempersiapkan diri dan merespons situasi sulit dengan lebih baik, meskipun tetap merasa takut atau tertekan.
Gejala Awal Trauma: Dari Perubahan Perilaku hingga Gangguan Emosi
Pada trauma akut, pasien sering kali mengeluhkan:
Gangguan tidur, seperti sulit tidur atau mimpi buruk.
Kesulitan fokus dan berkonsentrasi dalam aktivitas sehari-hari.
Perubahan suasana hati, seperti perasaan sedih, mati rasa emosional, mudah tersinggung, atau bahkan kemarahan yang meledak-ledak.
Selain itu, individu yang mengalami trauma mungkin menunjukkan gangguan perilaku, termasuk:
Impulsivitas yang meningkat, seperti bertindak tanpa berpikir panjang.
Menarik diri dari lingkungan sosial dan menghindari interaksi dengan orang lain.
Agitasi psikomotor, yang membuat seseorang tampak gelisah atau tidak bisa diam.
Perilaku menyakiti diri sendiri, sebagai cara mengatasi rasa sakit emosional.
Gangguan Kognitif dan Reaksi Fisik terhadap Trauma
Trauma juga dapat berdampak pada fungsi kognitif seseorang. Beberapa keluhan umum yang sering muncul meliputi:
Kesulitan mempertahankan perhatian dan fokus dalam berbagai situasi.
Disosiasi, yaitu perasaan terlepas dari realitas atau tubuh sendiri.
Pikiran yang tidak teratur, yang menyebabkan kebingungan atau kesulitan dalam berpikir jernih.
Gangguan memori, seperti sulit mengingat detail penting dari peristiwa traumatis.
Selain gangguan mental dan emosional, individu yang mengalami trauma sering melaporkan respons tubuh berlebihan terhadap rangsangan tertentu, termasuk:
Sensitivitas berlebihan terhadap suara atau sentuhan, yang membuat mereka mudah merasa tidak nyaman.
Refleks terkejut yang berlebihan, meskipun terhadap suara atau gerakan yang seharusnya tidak mengancam.
Rasa cemas yang terus-menerus atau ketakutan yang tidak beralasan.
Membedakan PTSD dan ASD: Durasi Gejala Menentukan Diagnosis
Salah satu langkah penting dalam diagnosis adalah membedakan antara Acute Stress Disorder (ASD) dan PTSD. Perbedaan utamanya terletak pada durasi gejala:
ASD terjadi dalam waktu singkat dan gejalanya biasanya membaik dalam kurun waktu satu bulan setelah kejadian traumatis.
PTSD memiliki gejala yang lebih kronis dan menetap lebih dari satu bulan, bahkan bisa berlangsung selama bertahun-tahun jika tidak ditangani.
Selain itu, tenaga medis perlu melakukan asesmen risiko bunuh diri, karena trauma sering dikaitkan dengan peningkatan ide bunuh diri dan percobaan bunuh diri.
Dampak Trauma dan PTSD dalam Kehidupan Sehari-hari
Kedua kondisi, trauma dan PTSD, tidak hanya berdampak pada kesejahteraan psikologis tetapi juga mempengaruhi kehidupan sosial dan pekerjaan seseorang. Beberapa dampak yang umum terjadi antara lain:
Kehilangan Fokus dan Produktivitas: Gejala PTSD seperti gangguan tidur dan kesulitan berkonsentrasi dapat mengganggu kinerja di tempat kerja.
Isolasi Sosial: Penyintas PTSD sering kali merasa terasing dari lingkungan sekitarnya, sehingga menghindari interaksi sosial yang dapat memperburuk kondisi mental.
Hubungan Antarpribadi: Ketidakmampuan untuk mengelola emosi dan reaksi yang berlebihan dapat mempengaruhi hubungan dengan keluarga, teman, dan rekan kerja.
Kesehatan Fisik: Stres berkepanjangan yang diakibatkan oleh trauma atau PTSD juga dapat memicu masalah kesehatan fisik seperti tekanan darah tinggi, gangguan pencernaan, dan penurunan sistem kekebalan tubuh.
Peran Terapi dan Pendekatan Psikologis
PTSD dapat ditangani dengan berbagai metode, tetapi pendekatan utama dalam pengobatan adalah psikoterapi atau terapi bicara. Terapi ini bertujuan untuk membantu individu memahami, mengelola, dan mengurangi gejala PTSD, sehingga mereka dapat kembali menjalani kehidupan dengan lebih baik.
Terapi PTSD dilakukan oleh profesional kesehatan mental yang terlatih, seperti psikolog atau psikiater. Mereka memberikan dukungan, edukasi, dan bimbingan bagi pasien maupun keluarganya agar dapat beradaptasi dengan kondisi PTSD.
Cognitive Processing Therapy (CPT): T terapi berbasis bukti yang dirancang khusus untuk PTSD dan kondisi lain yang menyertainya. Tujuan utama terapi ini adalah membantu individu memahami dan mengubah pola pikir negatif yang muncul akibat trauma.
Terapi Paparan Berkepanjangan: Terapi ini bertujuan untuk membantu penyintas menghadapi ingatan traumatis secara bertahap, sehingga meminimalisir reaksi emosional yang berlebihan. Teknik ini telah terbukti efektif dalam mengurangi intensitas kilas balik dan kecemasan yang dialami penderita PTSD.
Terapi Perilaku Kognitif Berfokus Trauma (Trauma-Focused CBT - TF-CBT): M model terapi berbasis bukti yang dikembangkan untuk anak-anak dan remaja yang mengalami trauma. Terapi ini menggabungkan berbagai teknik dari CBT, terapi keluarga, dan terapi humanistik.
Eye Movement Desensitization and Reprocessing (EMDR): metode unik yang melibatkan gerakan mata tertentu saat pasien mengingat pengalaman traumatis.
Terapi Kelompok dan Terapi Keluarga: Selain terapi individu, PTSD juga bisa diatasi melalui terapi kelompok, di mana para penyintas trauma dapat berbagi pengalaman dalam lingkungan yang aman dan mendukung.
Terapi Interpersonal, Suportif, dan Psikodinamik
PTSD bukanlah kondisi yang tidak bisa diatasi. Dengan berbagai metode terapi yang tersedia, setiap individu bisa menemukan pendekatan yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka.
Jika kamu atau seseorang yang kamu kenal mengalami PTSD, mencari bantuan profesional adalah langkah pertama menuju pemulihan.
Kesimpulan
Memahami perbedaan antara trauma dan PTSD merupakan langkah awal yang penting dalam penanganan masalah kesehatan mental. Trauma merupakan respons alami terhadap peristiwa ekstrem, sedangkan PTSD adalah gangguan kesehatan mental yang muncul ketika gejala trauma tidak kunjung mereda dan mengganggu kehidupan sehari-hari. Keduanya memiliki dampak yang signifikan pada individu, mulai dari aspek psikologis hingga sosial.
Peningkatan edukasi, dukungan sosial, dan akses terhadap layanan kesehatan mental yang berkualitas menjadi kunci dalam membantu penyintas. Dukungan dari keluarga, teman, dan masyarakat luas sangat berperan dalam proses penyembuhan, sehingga stigma yang sering kali melekat pada masalah kesehatan mental dapat dikurangi.
Daftar Pustaka :
Feriante J, Sharma NP. Acute and Chronic Mental Health Trauma. [Updated 2023 Aug 2]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2025 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK594231/
National Institute of Mental Health. (n.d.). Post-traumatic stress disorder (PTSD). National Institutes of Health. Retrieved March 24, 2025, from https://www.nimh.nih.gov/health/topics/post-traumatic-stress-disorder-ptsd
World Health Organization. (n.d.). Post-traumatic stress disorder. Retrieved March 24, 2025, from https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/post-traumatic-stress-disorder
Cahill SP, Pontoski K. Post-traumatic stress disorder and acute stress disorder I: their nature and assessment considerations. Psychiatry (Edgmont). 2005 Apr;2(4):14-25. PMID: 21179648; PMCID: PMC3004735.
Mann SK, Marwaha R, Torrico TJ. Posttraumatic Stress Disorder. [Updated 2024 Feb 25]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2025 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559129/
American Psychiatric Association. (n.d.). What is PTSD? Retrieved March 24, 2025, from https://www.psychiatry.org/patients-families/ptsd/what-is-ptsd