Batuk 100 Hari? Waspadai Batuk Rejan dan Cara Pencegahannya! 

Batuk 100 Hari? Waspadai Batuk Rejan dan Cara Pencegahannya! 

17/07/2025Bumame

Batuk rejan adalah penyakit yang mudah menular. Penyakit ini juga dikenal sebagai pertusis

Bayangkan sebuah batuk yang begitu kuat dan berkepanjangan hingga membuat seseorang sulit bernapas. Setelah batuk mereda, terdengar suara tarikan napas melengking yang khas, seolah-olah penderita berusaha keras untuk mendapatkan udara. Itulah batuk rejan, atau yang dikenal sebagai pertussis.

Batuk rejan adalah penyakit yang mudah menular. Penyakit ini juga dikenal sebagai pertusis dan disebabkan oleh infeksi bakteri. Orang yang terkena batuk rejan biasanya mengalami batuk parah yang berlangsung lama. Setelah batuk, penderita sering menarik napas dengan suara melengking tinggi yang terdengar seperti "whoop."

Sebelum adanya vaksin pertusis, batuk rejan dianggap sebagai penyakit yang umum terjadi pada anak-anak. Saat ini, batuk rejan masih sering menyerang bayi yang belum mendapatkan vaksin lengkap. Selain itu, remaja dan orang dewasa yang kekebalannya mulai berkurang sejak vaksinasi terakhir juga lebih rentan tertular. Apa sebenarnya penyebab batuk rejan? Bagaimana gejalanya, dan bagaimana cara mencegahnya? Artikel ini akan membahas secara lengkap mengenai batuk rejan, dari penyebab hingga pencegahannya.

Apa Itu Batuk Rejan ?

Batuk rejan adalah infeksi akut pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis. Penyakit ini dinamakan “rejan” karena batuk yang ditimbulkan memiliki ciri khas “batuk paroksismal” yang diikuti dengan suara “whoop” saat menarik napas.

Batuk rejan bisa terjadi pada semua kelompok usia, mulai dari bayi hingga orang dewasa. Namun, gejalanya bisa berbeda pada bayi yang masih sangat kecil atau mereka yang belum mendapatkan vaksinasi lengkap. Pada bayi, gejala yang muncul mungkin tidak khas, seperti apnea (henti napas sejenak) tanpa disertai batuk yang jelas.

Secara umum, pertusis berkembang dalam tiga tahap:

  1. Tahap Kataral
     Pada tahap awal ini, gejalanya mirip dengan infeksi saluran pernapasan atas akibat virus, seperti pilek, bersin, dan demam ringan.

  2. Tahap Paroksismal
     Fase ini ditandai dengan serangan batuk hebat yang terjadi berulang kali (paroksismal). Setiap episode batuk bisa diikuti dengan suara tarikan napas melengking khas (whoop) atau muntah setelah batuk (post-tussive emesis). Tahap ini bisa berlangsung selama berminggu-minggu. Batuk rejan bahkan dikenal sebagai “batuk 100 hari” karena durasi batuk yang sangat lama.

  3. Tahap Konvalesen
     Pada tahap pemulihan ini, intensitas dan frekuensi batuk mulai berkurang secara bertahap. Namun, batuk masih bisa kambuh saat terjadi infeksi pernapasan lainnya, bahkan beberapa bulan setelah sembuh.

Penting untuk memahami bahwa batuk rejan merupakan penyakit yang dapat menimbulkan komplikasi serius terutama pada kelompok usia rentan seperti bayi yang belum lengkap imunisasi. Vaksinasi merupakan strategi utama dalam pencegahan penyakit ini, namun walaupun telah mendapatkan vaksin, seseorang masih berisiko tertular batuk rejan, meskipun gejalanya cenderung lebih ringan.

Apakah Batuk Rejan Menular ?

Batuk rejan disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis dan Bordetella parapertussis. Yang merupakan coccobacillus gram-negatif yang menempel pada sel epitel bersilia di saluran pernapasan. Setelah menempel, bakteri ini menyebabkan peradangan lokal di lapisan mukosa saluran pernapasan, yang memicu gejala khas batuk rejan.

Kerusakan pada sel epitel bersilia ini menjadi penyebab utama batuk rejan yang berkepanjangan. Karena silia yang seharusnya membantu membersihkan lendir tidak lagi berfungsi, tubuh hanya bisa mengeluarkan lendir melalui batuk yang hebat dan terus-menerus. Hal ini juga menjelaskan mengapa penderita batuk rejan bisa mengalami batuk paroksismal (serangan batuk bertubi-tubi) selama berminggu-minggu, bahkan setelah bakteri tidak lagi aktif.

Bakteri ini menyebar melalui droplet udara, yang dihasilkan saat penderita batuk atau bersin. Penyakit ini sangat menular, bahkan dalam satu rumah tangga, 100% anggota keluarga yang tidak memiliki kekebalan berisiko tertular jika ada salah satu anggota yang terinfeksi.

Apa yang Menjadi Faktor Risiko Batuk Rejan ?

Beberapa kondisi yang meningkatkan risiko seseorang tertular batuk rejan meliputi:

  • Kehamilan : Ibu hamil rentan tertular dan bisa menularkan ke bayi yang baru lahir.

  • Paparan epidemi : Tinggal di daerah yang sedang mengalami peningkatan kasus batuk rejan.

  • Tidak mendapatkan vaksinasi : Individu yang belum divaksin memiliki risiko tinggi tertular.

  • Kontak dekat dengan penderita : Berada dalam satu rumah atau ruangan tertutup dengan orang yang terinfeksi meningkatkan risiko penularan.

Mengingat betapa mudahnya batuk rejan menyebar, pencegahan melalui vaksinasi rutin dan pemberian booster menjadi langkah utama untuk mengurangi penyebaran penyakit ini.

Gejala Batuk Rejan yang Dapat Ditimbulkan

Batuk rejan klasik umumnya terjadi pada anak usia 1–10 tahun dan berkembang melalui tiga tahapan utama, yaitu:

  1. Tahap Kataral (1–2 Minggu)

Pada tahap awal ini, gejala mirip flu biasa, seperti:

  • Hidung berair dan tersumbat (sekresi hidung meningkat)

  • Demam ringan

  • Batuk ringan

Karena gejalanya tidak khas, tahap ini seringkali tidak dikenali sebagai batuk rejan.

  1. Tahap Paroksismal (2–4 Minggu)

Ini adalah tahap paling khas dari batuk rejan. Ditandai dengan:

  • Batuk paroksismal (serangan batuk hebat bertubi-tubi)

  • Kesulitan bernapas setelah batuk

  • Suara "whoop": tarikan napas berbunyi melengking setelah batuk

  • Muntah setelah batuk (posttussive emesis)

Serangan batuk ini terjadi karena tubuh berusaha mengeluarkan jaringan epitel saluran napas yang mati dan lendir kental yang terbentuk akibat infeksi. Setelah batuk paroksismal, penderita menarik napas dengan kuat melawan glotis yang menyempit, yang menghasilkan suara khas "whoop."

  1. Tahap Konvalesen (1–2 Minggu)

Pada tahap ini, gejala mulai mereda secara bertahap:

  • Batuk semakin jarang dan ringan

  • Suara whoop menghilang

  • Pemulihan total memakan waktu berminggu-minggu

Meskipun batuk rejan umumnya berlangsung 6–8 minggu, batuk sisa bisa tetap ada selama berbulan-bulan, terutama saat tubuh mengalami kelelahan atau terpapar iritan pernapasan seperti asap atau polusi.

Gejala Batuk Rejan pada Kelompok Usia yang Berbeda

Bayi (Neonatus & <6 Bulan)

  • Tidak selalu menunjukkan gejala khas

  • Apnea (henti napas sejenak) sering menjadi tanda pertama

  • Berisiko tinggi mengalami kerusakan otak akibat hipoksia (kekurangan oksigen)

  • Lebih rentan terkena pneumonia sekunder akibat infeksi bakteri lain

Remaja dan Orang Dewasa

  • Biasanya mengalami bronkitis berkepanjangan

  • Batuk kering, terus-menerus, tanpa dahak

  • Tidak selalu disertai suara "whoop"

  • Batuk bisa bertahan berbulan-bulan setelah infeksi awal

Karena gejalanya lebih ringan dan tidak khas pada orang dewasa, batuk rejan sering tidak terdiagnosis pada kelompok usia ini. Padahal, mereka tetap bisa menularkan penyakit ke bayi dan anak kecil, yang lebih rentan terhadap komplikasi serius.

Diagnosis Batuk Rejan

Untuk memastikan apakah seseorang terkena batuk rejan, dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan, meliputi:

  1. Pemeriksaan Fisik

Dokter akan mengevaluasi gejala pasien, terutama jika terdapat batuk paroksismal, suara "whoop", atau muntah setelah batuk. Pada bayi, dokter juga akan memeriksa tanda-tanda apnea (henti napas sejenak) yang bisa menjadi petunjuk awal infeksi pertusis.

  1. Pengambilan Sampel Lendir (Swab Nasofaring dan Tenggorokan)

Dokter akan mengambil sampel lendir dari hidung atau tenggorokan menggunakan kapas khusus. Sampel ini kemudian diuji di laboratorium untuk mendeteksi keberadaan bakteri Bordetella pertussis. Tes ini bisa dilakukan dengan:

  • Kultur bakteri : Menumbuhkan bakteri dari sampel di laboratorium (hasilnya bisa memakan waktu beberapa hari).

  • Tes Polymerase Chain Reaction (PCR) : Tes molekuler yang lebih cepat dan lebih sensitif dalam mendeteksi DNA bakteri.

    1. Tes Darah

Dalam beberapa kasus, dokter mungkin akan melakukan tes darah untuk melihat tanda-tanda infeksi bakteri dan respons sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi.

Diagnosis yang cepat dan akurat sangat penting untuk mencegah penyebaran penyakit dan memulai pengobatan lebih awal, terutama bagi bayi dan kelompok rentan lainnya.

Pengobatan yang Dapat Diberikan

Pengobatan batuk rejan terbagi ke dalam beberapa tahap, yang disesuaikan dengan fase penyakit dan tingkat keparahan gejala. Beberapa pendekatan pengobatan meliputi:

  1. Antibiotik

    • Penggunaan antibiotik seperti azitromisin atau klaritromisin merupakan terapi utama untuk mengurangi penularan dan mempercepat penyembuhan. Walaupun antibiotik tidak serta merta menghentikan batuk yang sudah terjadi, terapi ini sangat efektif bila diberikan pada fase awal infeksi.

    • Pada bayi dan anak-anak, dosis serta jenis antibiotik disesuaikan agar aman dan efektif.

  2. Terapi Simptomatik

    • Pemberian obat pereda batuk dan obat anti-inflamasi dapat membantu mengurangi rasa tidak nyaman yang disebabkan oleh batuk paroksismal.

    • Penting juga untuk memastikan pasien mendapatkan cukup cairan dan istirahat yang cukup.

  3. Perawatan Supportif

    • Pasien, terutama bayi dan anak-anak, mungkin memerlukan perawatan tambahan seperti terapi oksigen atau rawat inap jika terjadi komplikasi pernapasan.

    • Edukasi mengenai posisi tidur dan lingkungan yang tenang dapat membantu mengurangi frekuensi serangan batuk, khususnya di malam hari.

Pengobatan antibiotik harus segera dimulai pada saat dicurigai batuk rejan. Hal ini tidak hanya membantu mengurangi durasi gejala, tetapi juga meminimalisir risiko penularan kepada orang lain.

Pencegahan yang Dapat Dilakukan

Pencegahan batuk rejan sangat bergantung pada program imunisasi dan edukasi masyarakat. Berikut adalah beberapa langkah penting untuk mencegah penyebaran batuk rejan:

  • Imunisasi: Vaksinasi merupakan metode paling efektif untuk mencegah batuk rejan. Imunisasi DTP (Difteri, Tetanus, dan Pertusis) diberikan dalam beberapa dosis pada bayi dan anak-anak. Selain itu, dosis booster juga dianjurkan bagi remaja dan dewasa untuk menjaga kekebalan.

  • Edukasi Kesehatan: Masyarakat perlu mendapatkan informasi yang akurat mengenai pentingnya imunisasi dan gejala awal batuk rejan. Edukasi ini dapat mengurangi keterlambatan diagnosis dan penularan.

  • Karantina dan Isolasi: Pada kasus terkonfirmasi, isolasi pasien serta pemberitahuan kontak dekat kepada otoritas kesehatan dapat membantu mencegah wabah.

  • Peningkatan Kebersihan: Mengingat penularan batuk rejan melalui droplet, menjaga jarak, mencuci tangan secara rutin, dan menggunakan masker di lingkungan dengan risiko tinggi merupakan langkah pencegahan yang efektif.

Komplikasi Batuk Rejan

Batuk rejan bisa sembuh dengan sendirinya, terutama pada remaja dan orang dewasa, tetapi batuk yang intens dan berlangsung lama dapat menyebabkan efek samping yang mengganggu, seperti:

Komplikasi pada Remaja dan Orang Dewasa

  • Patah atau memar pada tulang rusuk akibat batuk yang terlalu kuat

  • Hernia perut (jaringan yang menonjol melalui otot perut yang lemah)

  • Pecahnya pembuluh darah kecil di kulit atau bagian putih mata

  • Inkontinensia urin (kesulitan menahan buang air kecil)

  • Penurunan berat badan karena sulit makan akibat batuk

  • Pingsan akibat kekurangan oksigen saat batuk hebat

Komplikasi pada Bayi

Pada bayi, terutama yang berusia di bawah 6 bulan, batuk rejan bisa berakibat fatal. Komplikasi yang sering terjadi meliputi:

  • Pneumonia : Infeksi paru-paru yang berbahaya dan bisa berujung pada gagal napas

  • Infeksi telinga : Bisa menyebabkan gangguan pendengaran jika tidak ditangani

  • Henti napas (apnea) : Bayi bisa mengalami periode di mana mereka berhenti bernapas

  • Dehidrasi & penurunan berat badan : Akibat kesulitan menyusu atau makan karena batuk

  • Kejang : Bisa terjadi akibat kekurangan oksigen di otak

  • Kerusakan otak : Hipoksia (kekurangan oksigen) dalam waktu lama bisa menyebabkan gangguan neurologis

Bayi dan balita memiliki risiko tertinggi mengalami komplikasi serius akibat batuk rejan. Karena itu, mereka sering membutuhkan perawatan di rumah sakit, terutama bayi yang masih sangat kecil. Pada bayi di bawah 6 bulan, komplikasi akibat batuk rejan bisa mengancam nyawa, sehingga pencegahan melalui vaksinasi sangatlah penting.

Kesimpulan

Batuk rejan merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan yang serius, terutama bagi bayi dan anak-anak. Meskipun vaksinasi telah mengurangi angka kejadian, masih terdapat tantangan dalam penanganan dan pencegahan penyakit ini. Mulai dari fase awal gejala yang mirip dengan flu biasa hingga serangan batuk yang paroksismal dan berisiko menimbulkan komplikasi serius, batuk rejan memerlukan perhatian khusus dari tenaga medis dan masyarakat. Upaya pencegahan melalui imunisasi, edukasi kesehatan, serta tindakan isolasi pada kasus terkonfirmasi merupakan strategi utama dalam mengendalikan penyebaran penyakit ini.

Daftar Pustaka :

  1. Lauria AM, Zabbo CP. Pertussis. [Updated 2022 Oct 7]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2025 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519008/

  2. Decker, M. D., & Edwards, K. M. (2021). Pertussis (Whooping Cough). The Journal of infectious diseases, 224(12 Suppl 2), S310–S320. https://doi.org/10.1093/infdis/jiaa469

  3. Centers for Disease Control and Prevention. (n.d.). Pertussis (whooping cough) – Signs & symptoms. U.S. Department of Health & Human Services. Retrieved March 25, 2025, from https://www.cdc.gov/pertussis/signs-symptoms/index.html

  4. Van Tuong Ngoc Nguyen, D., & Simon, L. (2018). Pertussis: the whooping cough. Infectious Disease, An Issue of Primary Care: Clinics in Office Practice, Ebook, 45(3), 423.

  5. Mayo Clinic. (n.d.). Whooping cough (pertussis) - Symptoms and causes. Mayo Foundation for Medical Education and Research. Retrieved March 25, 2025, from https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/whooping-cough/symptoms-causes/syc-20378973

  6. WebMD. (n.d.). Whooping cough (pertussis) – Signs and symptoms. Retrieved March 25, 2025, from https://www.webmd.com/vaccines/whooping-cough-signs

  7. Healthline. (n.d.). Pertussis (whooping cough): Symptoms, causes, and treatment. Retrieved March 25, 2025, from https://www.healthline.com/health/pertussis#complications